Mungkin ucapan di atas tepat telah menjadi slogan dan peta pikiran sebagian kita. Ucapan yang memancarkan akan sikap acuh tak acuh, egois alias “ndableg”, hanya mikir diri sendiri. Segala urusan hanya ia ukur dengan dirinya sendiri. Apapun urusannya, asal ia suka, bisa atau terbiasa maka tanpa ragu sedikitpun ia makukannya.
Masalah orang lain celaka atau paling kurang tidak suka maka itu sama sekali tidak mereka pikirkan.
Bisa Anda bayangkan, betapa susahnya hidup Anda bila memiliki pasangan hidup, teman, tetangga, guru atau murid yang bersikap semacam itu.
Sebagai contoh: bila imam di masjid Anda memiliki sikap dan cara pikir semacam itu, tentu jamaahnya ditimpa banyak masalah. Ia sholat sesukanya, memanjangkan, memendekkan menunda dan menyegerakan sholat semaunya. Semua itu ia lakukan hanya mempertimbangkan dirinya tanpa sedikitpun peduli dengan kondisi jamaahnya.
Imam itu hanya berpikir, “Ah saya saja kuat untuk sholat puanjaaang, masak kalian tidak kuat?”
Ego banget
Anda ingin tahu, bagaimana pola pikir dan sikap Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika menjadi imam? Temukan jawabannya pada riwayat berikut:
[arabtext] إني لأقوم في الصلاة أريد أن أطول فيها، فأسمع بكاء الصبي فأتجوز في صلاتي، كراهية أن أشق على أمه[/arabtext]
“Sungguh kadang kala ketika shalat, aku hendak memanjangkan shalatku, lalu aku mendengar tangisan anak kecil, maka akupun memendekkan sholatku kawatir aku memberatkan ibu anak kecil yang menangis tersebut.” (Muttafaqun alaih)
Dalam dakwah juga demikian, juru dakwah yang ego bagaikan katak dalam tempurung akan bersikap serupa. Ia akan berkata, “Saya saja sudah tahu masak kalian belum? Saya saja bisa masak kalian tidak bisa? Saya saja sudah paham masak kalian belum paham?”
Ego dan sarat dengan kesan sombong.
Dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam sering kali mengrungkan niatkan atau melakukan sesuatu hanya karena mempertimbangkan daya nalar, kemampuan ummatnya. Bahkan bukan sembarang orang, ummatnya yang masih lemah iman dan pemahaman yang beliau jadikan pertimbangan dalam mengambil tindakan.
Anda tidak percaya? Renungkan hadits berikut:
[arabtext] لولا أن قومك حديث عهد بجاهلية لهدمت الكعبة وجعلت لها بابين [arabtext]
“Kalaulah bukan karena kaummu (Quraisy) yang baru masuk Islam dan meninggalkan kekafirannya, niscaya aku memugar Ka’bah dan aku buat memiliki dua pintu.” ( HR Abu Dawud, dan lainnya)
Andai beliau bersikap ego, dan berkata, “Quraisy sudah kalah perang, kenapa masih ditakuti?”
Ketahuilah, bukan karena takut kepada Quraisy, namun beliau kawatir bila Quraisy salah memahami pemugaran Ka’bah dan akhirnya murtad kembali.
Ustadz Dr. Muhammad Arifin