Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Kala malam bersihkan wajahnya dari bintang-bintang

Dan mulai turun setetes air langit dari tubuhnya

Tanpa sadar nikmatnya alam karena kuasa Mu

Yang tak kan habis sampai di akhir waktu perjalanan ini

Terima kasih ku padamu Tuhanku

Tak mungkin dapat terlukis oleh kata-kata

Hanya Dirimu yang tahu besar rasa cintaku pada Mu

Oh Tuhan anugerah Mu tak pernah berhenti

selalu datang kepadaku Tuhan semesta alam

dan satu janjiku tak kan berpaling dari Mu

Engkau sisihkan semua aral melintang di hadapanku

Dan buat terang seluruh jalan hidupku melangkah

Aduhai begitu indah syair-syair terangkai dalam baris-baris cinta yang dilantunkan oleh Rosa! Rasa-rasanya manusia-manusia seperti kita ini hanya pandai berucap kata.

Di penghujung malam itu Rasul berdiri dalam munajat panjangnya hingga kaki beliau bengkak-bengkak. “Bukankah dosa engkau yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah, wahai Rasulullah?” Tanya Aisyah ra, isteri beliau. “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba-Nya yang bersyukur?” Jawab beliau shalallahu ‘alaihi wasalam.

“Ya Allah! Aku mengharapkan rahmat-Mu, oleh karena itu, jangan Engkau biarkan diriku sekejap mata. Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.”

Apa daya kita jika Allah membiarkan kita sekejap mata saja?

Entah sudah berapa banyak kata subhanallah, alhamdulillah, dan Allahu akbar yang terucap oleh lisan kita. Tapi sayangnya, sudah berapa banyak amalan terlaksana dari ucapan syukur kita?

Mungkin rupanya kita lupa akan firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

Sedih rasanya hati ini. Terpukul. Tercercah dalam batin yang rapuh. Ternyata ada orang-orang yang beriman yang Allah letakkan kebencian pada diri mereka. Ya, bagi mereka yang hanya berujar tanpa tindak perilaku. Tanpa ada rasa ingin memperbaiki diri dan melakukan apa yang telah diucapkannya.

Apa daya kita jika Allah membiarkan kita sekejap mata saja? Apa daya kita jika Allah sampai membenci kita karena seruan kita yang tidak kita kerjakan?

Lisan kita berucap, “Alhamdulillah ya Rabb, atas pendengaran yang Engkau berikan!”

Ah, telinga ini sepertinya lebih senang mendengar nyanyian-nyanyian melenakan dan aib-aib orang lain.

Duhai jiwa, engkau telah kufur adanya!

Lisan kita berucap, “Alhamdulillah ya Rabb. atas penglihatan yang Engkau berikan!”

Ah, nyatanya mata kita tetap menikmati pemandangan-pemandangan yang diharamkan-Nya.

Duhai jiwa, engkau telah kufur adanya!

Lisan kita berucap, “Alhamdulillah ya Rabb. atas hati yang Engkau berikan yang dengannya aku dapat merasakan cinta!”

Ah, hati ini salah menempatkan cinta. Mengungkap cinta tidak pada tempat yang tepat. Tidak pada saat yang tepat. Hati ini telah merelakan jasad ini berduaan dengan seseorang yang belum halal. Hati ini mengiyakan saat saling berucap kata mesra penuh kerinduan dengan seseorang yang belum halal. Hati ini pun membiarkan jemari-jemari tangan saling bertemu bergandengan dengan dirinya yang belum halal.

Duhai jiwa, engkau telah kufur adanya!

Duhai jiwa, engkau telah kufur adanya! Kebencian di sisi Allah bahwa engkau mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Engkau berucap syukur namun amalanmu tidak mencermikan rasa syukur! Engkau berdusta wahai jiwa!

Nikmat mana lagi yang engkau dustakan?

Dia memberikan kepada kita pendengaran, penglihatan, hati, udara, cahaya, cinta, rasa, rona, dan jingga.

Ah, begitu besar cinta Dia kepada hamba-Nya. Sayangnya, cinta-Nya bertepuk sebelah tangan.

Sekejap setan pun berbisik sangat halus, “Wahai jiwa, Tuhan-Mu akan membencimu. Sudahlah, berhentilah menyeru manusia dalam ketaatan! Tuhan-Mu tidak akan mengampuni kamu! Dosamu sudah terlampau banyak. Percumalah kiranya jika engkau bertaubat. Jika engkau jahat, jadilah sejahat-jahatnya manusia. Toh Tuhan-Mu tidak akan mengampuni kamu!”

Nurani kita menjawab, “Wahai yang berbisik-bisik di dalam dadaku, aku lebih mulia dari pada engkau la’natullah! Tuhanku telah berjanji di dalam kalam-Nya bahwa sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Allah akan menerima taubat hamba-hamba-Nya!”

Nurani kita terlalu halus untuk dapat didengar oleh jiwa yang penuh dengan noda sehingga bisikan setanlah yang sering kali terngiang di benak kita.

Duhai jiwa yang tenang, tidakkah engkau perhatikan tetanggamu yang baru lahir ternyata terlebih dahulu meninggalkanmu? Tidakkah engkau memahami bahwa kematian selalu mengintaimu setiap saat?

Wahai jiwa, apa jadinya jika engkau meninggalkan dunia ini dalam keadaan memandang dan mendengar sesuatu yang diharamkan-Nya, yang membuat kita lupa mengingat-Nya? Apa yang akan kita katakan kepada-Nya ketika kita wafat saat berduaan dengan seseorang yang belum halal bagi kita?

Hiduplah engkau semaumu, namun engkau pasti akan mati! Beramal-lah semaumu, namun engkau pasti akan mendapat balasannya! Cintailah siapa saja yang engkau sukai, namun engkau pasti akan berpisah dengannya!

Ah, begitu besar cinta Dia kepada hamba-Nya. Sayangnya, cinta-Nya bertepuk sebelah tangan.

Masih ada waktu memperbaiki cinta kita kepada-Nya. Agar tidak bertepuk sebelah tangan!

Sekarang!

Bismillah!

Cinta tak harus memiliki?

Yang ini harus memiliki!

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat besar cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa pada hari kiamat, bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya niscaya mereka menyesal.” (QS 2: 165)

 

Oleh: Muhammad Hilmy Alfaruqi, Depok.
FacebookTwitterBlog