Menjadi khalifah fil ardh adalah kemuliaan dari Allah. Menjadi pengemban dakwah adalah kehormatan yang disematkan Allah. Maka malaikat yang bersih dari kotoran-kotoran jiwa langsung menyambut perintah-Nya untuk bersujud hormat kepada Adam.
Namun tidak demikian dengan iblis. Kesombongan membuatnya menentang perintah Allah, ia merasa lebih tinggi dari Adam karena ia tercipta dari api, sedangkan Adam dari tanah. Sebuah analogi yang sebenarnya keliru. “Sebab,” kata Ibnu Katsir dalam Qashashul Anbiya’, “Tanah lebih baik dan lebih bermanfaat bila dibandingkan dengan api.” Ya, tanah mengandung unsur kelembutan, ketenangan, kehidupan, dan kelenturan. Sedangkan api mengandung unsur kekerasan dan membakar.
Dari kesombongan, berwujudlah pembangkangan. Namun ini adalah pembangkangan terbesar. Sebab iblis membangkang perintah Allah. Padahal iblis tahu, Dia-lah Rabb yang menciptakan dan mengawasi alam semesta, termasuk surga surga yang kini iblis masih berada di dalamnya. Maka Allah pun mengusirnya. Allah juga melaknatnya: “Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat.” (QS. Al-Hijr : 35).
Dari kesombongan pula, iblis mendeklarasikan penentangan dakwah. Sejarah kehidupan manusia kemudian menjadi sangat dinamis sekaligus kompetitif; satu kekuatan adalah dakwah ilallah para khalifah fil ardh, satu kekuatan lagi menghadangnya dengan dakwah ilasy syaithan. Satu pihak berada dalam barisan Adam, pihak lain berada dalam barisan Iblis. Keduanya akan terus saling berhadapan. Bahkan iblis telah mendeklarasikan: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS. Al-Hijr : 39).
Kesombongan memang salah satu induk dosa. Bahkan seberat dzarah saja ia menghiasi hati manusia, surga tak pantas untuknya. Itulah sabda Rasul yang diriwayatkan Imam Muslim dalam shahih-nya. Dan bercermin dari peristiwa ini Sufyan bin Uyainah r.a. menasehati kita: “Siapa yang kedurhakaannya karena sebuah nafsu, maka saya berharap ia segera bertaubat, sebab Adam juga durhaka karena nafsu lalu dosanya diampuni. Tapi jika kedurhakaan karena takabur, maka hendaklah ia takut terhadap laknat, sebab iblis durhaka karena sombong, lalu ia pun dilaknat.”