Sudahkah merasa diri ini sempurna beriman? Tapi masih suka menggerutu bila ada musibah yang datang. Sedang bila ada rejeki hanya sekedar terseyum senang.
Banyak diantara kita yang mengaku sebagai orang yang beriman, namun ketika diuji kesabaran dan kesyukurannya akan nikmat Allah, selalu mengeluh. Pada saat Allah beri sedikit sakit untuk mengurangi dosa, merasa Allah bersikap buruk padanya. Menuduh Allah hanya sayang pada golongan tertentu. Hal ini kerap terjadi kepada yang kekurangan. Itulah salah satu sebabnya Islam mengajak ummatnya untuk kaya.Namun, tidak jarang pula hal seperti ini kerap dialami oleh mereka yang kaya dan berkecukupan. Mereka bilang, untuk apa semua harta yang diberikan bila penyakit juga didatangkan.
Lupa atas nikmat lain yang Allah berikan. Tidak mensyukuri nikmat-nikmat lain yang telah lebih dulu Allah limpahkan kepadanya. Sejak kecil hingga dewasa lahir dari keluarga yang serba kecukupan, hingga akhirnya tidak mengontrol makanan yang masuk kedalam tubuhnya. Apapun yang bisa dibeli dengan uang, dibelinya. Hingga akhirnya diusia senja, Allah berikan beragam penyakit akibat dari kelalaian menjaga tubuh sebagai wujud tidak syukurnya atas nikmat Allah. Saat muda lupa bersyukur, saat tua lupa bersabar.
Begitulah tabiat sifat manusia. Padahal, sabar dan syukur masing-masing adalah bagian dari iman. Ibarat koin, maka wajah pertama berupa syukur dan wajah kedua berupa sabar.
“Iman terbagi dua, separuh dalam sabar dan separuh dalam syukur.” (HR. Baihaqi)
Maka, sudahkah kita beriman dengan sempurna?