Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain,
“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim mengatakan sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi)
Sangat jelas pesan dan teladan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pada kita, bahwa rasa malu adalah identitas akhlaq Islam. Malu dan Iman adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Semakin tinggi iman begitu juga yang akan terjadi pada rasa malu. Lebih-lebih bagi muslimah sebagai rahim ummat ini, rasa malu adalah mahkota kemuliaan.Rasa malu adalah yang membuatnya terhormat dan dimuliakan.
Sayangnya, zaman sekarang ini banyak muslimah yang menanggalkan malunya. Sehingga hakikat penciptaan wanita—yang seharusnya—menjadi perhiasan dunia dengan keshalihahannya, menjadi tak lagi bermakna. Banyak wanita yang menjadi obyek kesenangan nafsu karena ulahnya sendiri. Keluar rumah tanpa menutup aurat dengan baik. Saat aurat sudah tertutup, hal yang lain dilupakan, warna warni menjadi hiasannya. Hingga akhirnya banyak yang tergoda dengan itu. Alasannya klise, agar muslimah tidak ketinggalan zaman.
Sebuah kemunduran memang, saat hijab menjadi lebih banyak diterima, justru ada beragam cara untuk menunjukkan bahwa hijab itu bisa memunculkan kecantikan. Lihat bedanya dengan zaman Rosulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, yang saat itu para perempuan menjadikan hijab sebagai pelindung, untuk melengkapi rasa malu mereka.
Ada satu fenomena yang perlu kita renungi kembali. Saat para muslimah, rahim ummat ini tidak ada bedanya dengan para perempuan pada umumnya saat bertemu idola mereka. Saling berebut minta foto, tidak peduli bahwa yang mereka idolakan adalah lawan jenis mereka. Meremehkan ikhtilat yang terjadi saat itu. Bedanya hanya satu, idolanya (terlihat) sholih, sedangkan perempuan pada umumnya , idolanya (terlihat) tidak sholih.
Fenomena lain, banyaknya muslimah yang begitu nyaman upload (tanpa ada kepentinagn khusus) foto mereka di media sosial. Tidakkah diingat bahwa anak panah beracun itu ada pada pandangan? Kecantikan mereka bisa menjadi senjata ampuh untuk merontokkan iman lawan jenis mereka. Begitukah muslimah yang akan melahirkan para syuhada meletakkan rasa malunya saat masih gadis?
Ada masih banyak yang perlu kita renungi. Tentang bagaimana mengembalikan rasa malu para rahim ummat ke tempat semula. Menjadikan mereka terus dihormati dan dimuliakan. Perlu ada para muslimah pemberani, yang mampu menarik saudari-saudari mereka kembali. Saling merapikan rasa malu, agar sama-sama terjaga. Menjadikan rahim ummat ini lebih kuat.