Dalam sebuah ungkapan bijak disebutkan, sesungguhnya banyak melakukan celaan kepada anak akan mengakibatkan penyesalan. Banyaknya celaan dan teguran akan membuat anak semakin berani melakukan tindakan buruk dan hal tercela lainnya.
Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam beliau adalah orang yang paling menghindari hal tersebut. Beliau tidak banyak banyak mencela sikap apapun yang dilakukan oleh anak dan juga tidak banyak melakukan teguran terhadap anak-anak. Tindakan Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alahi Wasallam termasuk dalam menanamkan rasa malu dan juga menumbuhkan keutamaan mawas diri, dimana kedua sifat ini sangat berkaitan erat dengan akhlak mulia.
Pendidikan yang sangat berkualitas tinggi dari Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam ini pernah dirasakan oleh Anas r.a yang pernah melayani Rasulullah semenjak kecil. Hal ini bisa tercatat dalam sebuah hadist berikut
“Aku telah melayani Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam selama 10 tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan: `Mengapa engkau lakukan?’ Dan pula tidak pernah mengatakan: ‘Mengapa tidak engkau lakukan?’” (Bukhari, Muslim)
Setelah mengetahui hal di atas mungkin ada yang mengatakan, “Seandainya kita bersikap lemah lembut dan banyak toleran pada anak, tentulah mereka akan bertambah berani dalam melakukan pelanggaran dan akan lebih susah dalam membimbingnya lagi”. Untuk hal seperti itu maka tidaklah sebaiknya untuk mencontoh Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam dalam mendidik Anas, Ibnu Abbas Zaid Ibnu Haritsah, dan juga puta Usamah Ibnu Zaid, mereka semua diasuh dengan lemah lembut dan hasilnya mereka semua menjadi sahabat dan juga tokoh yang memiliki keluasan ilmu.
Oleh karena itu metode yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam harus kita contoh tanpa perlu dimodifikasi apalagi dikurangi. Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam pernah berinteraksi dengan seorang pemuda yang suka dengan kemaksiatan, suka minum khamr, tetapi pada akhirnya mereka bisa sadar dan kembali kepada jalan yang benar. Mereka mengakui bahwa belum pernah menemui seorang mu’allim (pengajar) yang lebih lembut dan lebih baik cara mengajarnya selain Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam.
Janganlah tergesa-gesa dalam mengambil sebuah keputusan dan tergesa-gesa untuk mendapatkan hasil tanpa adanya sikap sabar dan telaten. Contohlah Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam yang selalu bersabar dan telaten dalam membesarkan anak-anaknya.
Nasihat dari Al-Ghozali
Al-Imam Al-Ghazali mempunyai nasihat yang sangat berharga untuk para murabbi. Ia mengatakan:
“Jangan Anda banyak mengarahkan anak didik Anda dengan celaan setiap saat, karena sesungguhnya yang bersangkutan akan menjadi terbiasa dengan celaan. Akhirnya, ia akan bertambah berani melakukan keburukan, dan nasihat pun tidak dapat mempengaruhi hatinya lagi. Hendaklah seorang pendidik selalu bersikap menjaga wibawa dalam berbicara dengan anak didiknya. Untuk itu, janganlah ia sering mencelanya, kecuali hanya sesekali saja, dan hendaknya sang ibu membantu anaknya hormat pada ayahnya serta membantu sang ayah mencegah sang anak dari melakukan keburukan.” (Ihya `Ulumuddin juz 3).*