Jumhur ulama umumnya sepakat bahwa membuat tato pada tubuh manusia hukumnya haram. Ada banyak dalil terkait dengan tato, baik di dalam Al-Quran Al-Kariem maupun hadits nabawi.
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisa`: 119)
Makna mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala menurut Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu adalah dengan mentato. (Ibnu Jarir Ath-Thabari, 4/285, Tafsir Ibnu Katsir, 1/569)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknati wanita yang menyambung rambutnya, dan yang meminta untuk disambungkan, wanita yang mentato dan meminta ditatokan.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu‘anhu berkata: “Allah melaknat perempuan-perempuan yang mentato dan yang minta ditato, yang mencukur rambut (alis), dan yang mengikir giginya untuk memperindah, yang mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala (HR. Bukhari)
Sebagian ulama dari kalangan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah memandang bahwa membuat tato pada tubuh manusia itu termasuk dosa besar.
Sedangkan sebagian ulama berikutnya dari mazhab Al-Malikiyah mengatakan bahwa mentato itu karahiyah (tidak disukai).
Pengecualian
Meski secara umum para ulama mengharamkan tato pada tubuh manusia, namun sebagian ulama member pengecualian dengan catatan tertentu sehingga hukumnya menjadi boleh. Di antaranya :
1. Hiasan Tubuh Wanita Seizin Suaminya
Kebolehan ini karena buat sebagian masyarakat tertentu, tato merupakan perhiasan bagi wanita. Dan bila suaminya telah memberi izin atas hal itu, sebagian ulama membolehkannya.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa dibolehkan bagi seorang wanita untuk berdandan dengan tato demi untuk suaminya. (Al-Adwi meriwayatkan atsar dari Aisyah ini di dalam Syarah Ar-Risalah, jilid 2 halaman 367) [status atsar ini dha’if]
2. Tato Untuk Pengobatan
Di masyarakat tertentu tato dimanfaatkan sebagai sarana pengobatan yang bersifat darurat. Maka oleh sebagian ulama hal itu dibolehkan, dengan kaidah fiqhiyah yang populer, yaitu
“Kedaruratan itu membolehkan larangan.”
Namun alasan ini oleh sebagian ulama yang lain tidak bisa diterima, mengingat bahwa ada dalil yang menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan penyakit kecuali ada obatnya, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan obat dari barangbarang yang diharamkan.
Kenajisan Tato
Ketika seseorang membuat tato pada tubuhnya,sebenarnya ada darah yang keluar dari tubuh dan terjebak di dalam tato itu. Oleh karena itu para ulama mengharamkan tato karena mengandung najis.
Namun mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa darah yang masih segar pada tato memang najis dan harus dihilangkan. Namun bila bekas najis itu sudah mongering dan tidak bisa dihilangkan lagi, hukumnya tidak mengapa.
Bahkan seseorang boleh shalat dengan tetap ada tatonya. (Hasyiyatu Ibnu Abidin, jilid 1 halaman 220)
Al-Malikiyah juga mengatakan bahwa bila pda tato itu ada darah, memang hukumnya najis. Namun dalam hal ini najisnya termasuk yang dimaafkan. Dan seseorang tidak dibebani untuk menghilangkannya. Shalat dengan badan bertato pun hukumnya sah.( Raudhatut-talibin, jilid 1 halaman 275)
Sedangkan mazhab Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa darah itu wajib dihilangkan, selama tidak membahayakan. Tetapi bila membahayakan, tidak harus dihilangkan. Tidak ada dosa atasnya bila telah bertaubat. Shalatnya pun sah bahkan sah juga bila menjadi imam. (Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 191)
Ahmad Sarwat, Lc., MA.