Hukum Memvisualisasikan Nabi dalam Gambar

Memvisualisasikan Nabi dalam Gambar

Masalah keharaman memvisualisasikan sosok Nabi Muhammad saw dalam bentuk gambar baik bergerak atau tidak bergerak, adalah perkara yang sudah dihukumi sebagai sesuatu yang haram. Bahkan keharamannya sudah menjadi Ijma’ di kalangan ulama sejak dulu sampai sekarang ini, walaupun ini tidak sampai pada sesuatu yang “ma’lum min al-Diin bi al-Dharurah”

Banyak fatwa yang dikeluarkan dari tokoh –tokoh ulama dan juga beberapa lembaga fatwa internasional, di antaranya; “Majma’ al-Fiqh al-Islamiy” (Komite Fiqh Islam, Saudi), “Majma’ al-Buhuts al-Isamiyah” (Saudi) di fatwanya tahun 1972, begitu juga lembaga fatwa Mesir “Daar al-Ifta’ al-Mishriyah” di tahun 1980, serta lembaga fatwanya al-Azhar Mesir di tahun 1968.

Dan fatwa-fatwa ulama serta lembaga-lembaga tersebut yang menyatakan keharaman visualisasi Nabi Muhammad saw dalam bentuk gambar bergerak atau tidak bergerak disimpulkan dari beberapa dalil dan argument. Di antara argument tersebut;

Keharaman Berbohong atas Nabi s.a.w

Dalam hadits disebutkan bahwa neraka tempatnya bagi orang yang berani berboohng atas nama Nabi Muhammad saw,

وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“barang siapa yang berbohong atas ku dengan sengaja maka dia (telah) menyiapkan tempat untuknya di neraka” (Muttafaq ‘Alayh)

Dalam hadits disebutkan larangan berbohong atas Nabi dalam bentuk umum, baik perkataan atau juga perbuatan. Dan emvisualisasikan Nabi dalam sebuah gambar, atau pun karikatur tentu tidak akan pernah sama dan sesuai dengan bentuk aslinya; karena tidak akan sesuai dan terlalu banyak peran atau insting si artist (tukang seni) dalam karya tersebut. Tentu ini sebuah kebohongan dalam bentuk perbuatan yang memang dilarang dalam Islam.

Tendensi Artist

Sebuah karya seni, apapun itu bentuknya, pastilah hasilnya tersebut saesuai dengan apa yang diinginkan oleh si artist tersebut, semua bentuknya berdasarkan apa yang ada dalam otak si artist. Karena hal tersebut, tentu ini mengurangi Izzah dan kehormatan seorang Nabi; beliau dengan keperibadian yang mulia tersebut, akan tetapi tergambar dalam bingkai karya manusia yang pasti punya tendensi kepada hal-hal negative serta terbawa hawa nafsunya ketika menghasilkan karya.

Karena memang kemuliaan Nabi Muhammad yang merupakan makhluk terbaik di jagad raya ini tidak bisa diwakili oleh sebuah tendensi manusia biasa. Yang pada akhirnya ini akan menjadi bentuk pencedaraan terhadap Nabi, padahal Allah swt sejak jauh-jauh hari sudah melarang pencedaraan dan menyakiti Nabi-Nya dalam bentuk apapun, sebagaimana disebutkan dalam ayat;

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya[1231]. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (al-Ahzab; 57)

Menggoyahkan Cinta Kepada Nabi s.a.w

Implikasi dari tendensi artist tersebut, orang-orang awam pada akhirnya akan menyimpulkan sendiri dalam otak mereka tentang kepribadian Nabi Muhammad saw dari sebuah gambar tersebut, yang sejatinya bukanlah Nabi, akan tetapi murni karya tendensi seninya si artist.

Yang pada hasilnya akan menggoyahkan kecintaan umat kepada Nabi mereka. Kenapa bisa menggoyahkan cinta mereka?

Sejak awal, syariah ini mewajibkan –tanpa kecuali- bagi seluruh umat pemeluk Islam untuk mencintai Nabi Muhammad saw, namun dengan gambar yang ditampilkan dan dikatakan bahwa itu adalah Nabi, cinta umatnya pasti goyah. Karena bisa saja gambar atau visual Nabi yang ditampilkan justru itu adalah gambaran yang memang di luar ekspektasi mereka bahwa Nabi adalah makhluk yang mulia dan agung, karena memang itu hasil seni.

Padahal yang namanya muslim, itu wajib cinta Nabinya. Banyak ayat dan hadits yang mewajibkan itu. Bahkan dalam satu riwayat disebutkan bahwa cinta Nabi itu haruslah berada pada level cinta paling atas di atas cinta manusia kepada anak, orang tua dan seluruh manusia sejagad ini. kalau divisualisasikan, apa jadinya nanti?

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ والِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعينَ
“tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai ia aku menjadi orang yang paling ia cintai, lebih dari cintanya ke orangtuanya, anaknya serta seluruh manusia sejagad raya” (HR Bukhari)

Pada ujungnya, ini menyakiti Allah swt karena cinta umat-Nya kepada Nabi-Nya goyah, serta menyakiti Nabi sendiri dan juga menyakiti perasaan umat Islam sekaligus dalam satu waktu.

Keharaman visualisasi Nabi yang disebutkan oleh para ulama dan lembaga fatwa di atas adalah visualisasi yang tidak disertai ejekan serta hinaan. Tentu akan jauh lebih besar keharamannya jika disertai dengan hinaan dan ejekan kepada sosok Nabi. Bahkan pelakunya dihukumi sebagai kafir, kalau itu muslim.

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
“tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman” (al-Taubah; 65 – 66)

Wallahu a’lam

Ustadz Zarkasih Ahmad, Lc. MA.