Para ulama berlainan pendapat berkenaan dengan penulisan Al-Qur’an dalam bejana, kemudian dicuci dan diberi minum kepada orang sakit. Al-Hasan, Mujahid, Abu Qulabah dan Al-Auza’i berkata: “Tidak ada masalah dengannya.”
Sedangkan An-Nakha’i tidak menyukainya. Al-Qadhi Husain, Al-Baghawi dan para sahabat kami lainnya berkata: “Sekiranya Al-Qur’an ditulis di atas halwa (sejenis makanan) dan makanan lainnya, tidaklah mengapa memakannya.”
Al-Qadhi berkata: “Sekiranya ditulis di atas sepotong kayu, tidaklah disukai membakarnya.”
Madzhab kami ialah tidak menyukai penulisan Al-Qur’an dan namanama Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas dinding dan baju.
Atha’ berkata: “Tidaklah mengapa jika menulis Al-Qur’an dalam bentuk azimat, maka Malik berpendapat, tidak ada masalah dengannya kalau ditulis pada sepotong buluk atau kulit kemudian dibalut.”
Sebagian sahabat kami berpendapat, apabila ayat-ayat Al-Qur’an ditulis dalam suatu wadah bersama lainnya, maka tidaklah haram, tetapi lebih baik ditinggalkan karena dibawa dalam keadaan berhadas.
Jika ditulis, maka ia mesti dijaga sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik rahimahullah. Pendapat inilah yang difatwakan oleh Asy-Syeikh Abu Amrin Ibnu Ash-Shalah rahimahullah.
Imam An Nawawi