Tadi setelah Dzuhur, saya ke Gramedia untuk beli beberapa hal yang dirasa butuh. Saya melihat ada kitab berjudul ‘Simbol-simbol Illuminati di Arab Saudi’. Saya buka. Isinya menarik sekali, sebagaimana judulnya. Di dalamnya bertaburan foto-foto, baik menyendiri atau komparasi. Keren.
Saya dulu senang dengan tema seperti ini. Konspirasi Yahudi, logo-logo tertentu, huruf-huruf, angka-angka dan seterusnya. Kitabnya Mas Rizky Ridyasmara dulu saya sukai. Milik Artawijaya juga menarik. Tapi sekarang, saya tidak. Lama-lama bosan dan bertanya, ‘Ciyus?’
Karena ada yang jauh lebih penting dari itu -jika kita anggap menelaah hidden message dari simbol-simbol itu ada pentingnya-. Saya merasa meneliti pesan-pesan dalam al-Qur’an, hadits, serta kalam ulama, jauh lebih penting -sekali lagi, jika kita anggap menelaah hidden message simbol Illuminati ada pentingnya-.
Saya tidak mengingkari adanya konspirasi Yahudi. Bukan Yahudi saja, saya pun tidak mengingkari adanya konspirasi Cina (atau Tionghoa), Kristenisasi dan sepilis. Di kuburan keramat dan majelis-majelis keturunan suci pun ada konspirasi. Di mana-mana. Saya tidak mengingkari. Konspirasi dukun santet bersama setan-setan peliharaannya pun tidak saya ingkari. Saya juga tidak antipati membicarakan atau menyimak itu semua kecuali kalau sudah bosan.
Dan saya merasa bosan dengan teori Konspirasi. Teori ini sejujurnya tak menambah keimanan saya melainkan sekadar menambah wawasan, dan seringkali menawarkan keputusasaan akan kaum muslimin. Itu bagi saya. Mungkin bagi Anda lain.
Kembali ke kitab yang saya maksud tadi. Hati kecil saya tertawa. ‘Apa sekarang saatnya untuk membahas simbol-simbol illuminati di Arab Saudi ya? Apa setelah simbol pencerahan itu di Upin Ipin sudah di-ridicule oleh nalar normal insan, sekarang bergerak ke Arab Saudi? Atau jangan-jangan ini juga bagian dari konspirasi agar orang semakin men-downgrade Arab Saudi? Dan apakah Arab Saudi terjebak?’
Tuh kan, lama kelamaan pertanyaan demi pertanyaan hadir. Dan ujung-ujungnya: tidak bermanfaat dan tidak menjadikan iman saya bertambah. Malah, bisa menjulurkan keputusasaan.
Saya lebih tertarik dengan cover kitab berbatik dan terutama isinya. Biarpun tidak bergambar seperti kitab dokumenter itu. Tapi ketika saya baca, biarlah otak saya yang melukis dengan sendirinya. Saya, dan kelak anak istri saya, ingin agar otaknya tidak terdidik dengan manja, sebagaimana mereka yang hobi menonton TV dan malas membaca itu. Sekali membaca, justru cuma berita bola atau kabar hot. Dan baru tertarik kalau ada picture. They say, ‘No pics: hoax’. Kenapa? Karena otak mereka intinya terbiasa dimanja. Apa-apa butuh gambaran dan illustrasi dari gambar, bukan dari kata dan kalimat.
Beruntunglah mereka yang tidak dikit-dikit ‘konspirasi’. Dan saya pribadi ingin seperti mereka, biar hidup lebih tenang dikit, tidak terkesan konyol dan terkonyolkan dengan simbol-simbol. Dalam Tahdziib al-Kamaal, ada simbol-simbol خ, م, د, ع, س, ت, dan lainnya. Dalam Faydh al-Qadiir, juga ada begitu. Bagi saya, simbol-simbol itu lebih bermanfaat untuk diamati dibanding the-Horus-eye-like atau semacamnya. Atau, jangan-jangan literatur Jarh wa Ta’dil dan Hadits karya ulama juga sudah bertaburan simbol konspirasi Yahudi di dalamnya?
That’s pity of you.
Konspirasi Yahudi itu ada. Namun, kasihanilah diri Anda yang menjauhi ilmu syariah sambil tenggelam dalam interest dan concern yang ulama syariah pun kasihan pada diri Anda.
Masalah haid dan nifas lebih penting dibahas dibanding masalah simbol-simbol itu. Dalam masalah haid dan nifas, terdapat rambu-rambu untuk ritual menuju surga dan neraka. Sementara simbol-simbol itu, mengetahui atau meninggalkannya: bermanfaat, mendalaminya: sebenarnya tidak bermanfaat.
Ustadz Hasan Al Jaizy, Lc.