“Jangan marah!” Begitulah kata Nabi Muhammad (saw) dan beliau mengulanginya sampai tiga kali terhadap orang yang meminta nasehat kepadanya.
Hampir tiada hari tanpa kita mendengar berita tentang kekerasan yang terjadi di masyarakat. Kekerasan dalam rumah tangga yang memicu tingginya tingkat perceraian, kekerasan terhadap anak, dan juga kekerasan terhadap orang lain (yang tidak dikenal sama sekali). Dan kebanyakan orang menimpakan kesalahan kepada kemajuan teknologi, iklan TV, film-film action, dsb. Apa pun alasan di balik kekerasan tersebut, semuanya pada awalnya dipicu oleh kemarahan.
Allah SWT melengkapi penciptaan seluruh makhluk hidup di dunia ini dengan emosi. Perhatikanlah setiap tindakan kita (gerakan tubuh, postur) dan cara kita berbicara, mimic wajah kita, hampir semunya mencerminkan emosi. “Emosi” dalam bahasa kita sering diartikan sebagai kemarahan, tetapi bahasa asalnya bahasa Inggris “emotion” sebenarnya lebih dari penggambaran kemarahan. Emosi bisa diartikan sebagai ungkapan bahagia, kebanggaan, cinta, kecemburuan, rasa empati, marah dsb. Seluruh momen yang terjadi dalam hidup kita akan selalu membangkitkan emosi kita.
Marah adalah salah satu bentuk emosi manusia; bagian dari sifat alami manusia. Marah tidak selalu menjadi sesuatu yang buruk karena ini merupakan salah satu respon seseorang terhadap ketidakadilan yang terjadi kepadanya. Mari kita mengingat ulang peristiwa penggambaran kartun Nabi Muhammad SAW. Akan sangat tidak wajar jika kata dengan santainya mengatakan, “Oh, itu biasa, nggak ada masalah, kita harus menghormati kemerdekaan orang lain untuk melakukan hal yang sedemikian.”
Kita mempunyai hak untuk marah atas bentuk pelecehan agama ini. Tetapi di sisi lain, marah bisa dengan mudah menuntun manusia kepada keburukan. Sebagai contoh, kualitas komunikasi yang buruk antara suami dengan istri. Suami atau istri yang kurang peka terhadap perasaan pasangan biasanya akan lebih mengutamakan emosi yang negatif saat menanggapi sesuatu yang tidak disukai. Dua sisi kemarahan yang sangat jelas disini. Kekecewaan, ketidakpuasan hati dan kemarahan serta interaksi dengan orang yang mudah marah bisa jadi menjadi bagian dari keseharian Anda; konsekuensinya jika Anda tidak bisa menghadapinya dengan bijak, maka Anda akan mendapat efek akumulasi yang negatif.
Orang yang tidak mampu mengelola kemarahannya biasanya harus membayar harga yang cukup mahal antara lain mempunyai kesulitan dalam hubungan antara sesama, dalam pekerjaannya; lepas kontrol yang sering kemudian diikuti dengan penyesalan, rasa malu (biasanya muncul setelah reda kemarahannya), depresi dan tidak percaya diri (sadar punya sifat pemarah tetapi tidak tahu bagaimana mengelolanya).
Sejarah kenabian mencatat bagaimana Nabi Yunus harus “membayar” kemarahannya dengan hukuman Tuhan. “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya).” (Al Anbiya 21: 87)
Marah yang tidak dikelola dengan baik juga sangat tidak bersahabat dengan kesehatan jasmani Anda. Anda bisa saja mengklaim bahwa Anda cukup sehat saat membaca artikel ini, tetapi jangan terlalu yakin dulu. Riset yang diadakan lebih dari enam puluh tahun menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara kemarahan dan potensi sakit jantung. Banyak peneliti memandang bahwa marah adalah salah satu bentuk emosi yang selalu siap untuk “mendukung” kita untuk sebuah tindakan melawan sumber “ancaman” dan membantu kita untuk mengumpulkan upaya dalam diri kita untuk menghadapi suatu konflik.
Apa yang terjadi jika seseorang sedang marah? Menurut psikolog Albert Ellis, PhD, akan terjadi perubahan fisik seperti misalnya, otot yang menegang, detak jantung yang semakin kerap, system pernafasan dan metabolisme, seluruhnya siap untuk membantunya melakukan suatu “tindakan” yang diperlukan. Hormon adrenalin akan menjalar ke seluruh pembuluh darah dan darahnya akan mengalir ke bagian otot yang lebih besar dalam tubuh. Tidak heran jika orang yang sedang marah biasanya mempunyai kekuatan yang lebih untuk menyerang sumber yang membuatnya marah, karena memang tubuh mereka siap untuk melakukannya.
Prof. Robert Sapolsky, seorang ahli biologi dan neuroscience di Stanford University menggambarkan bahwa perubahan fisik yang terjadi saat seseorang marah akan dapat merusak sistem kardiovaskuler. Saat seseorang marah, tekanan darah akan meningkat secara mendadak, dan tekanan ini akan dapat merusak jaringan-jaringan lembut arteri (jaringan yang membawa suplai darah ke jantung). Selanjutnya, material-material tubuh dari darah seperti gula, asam lemak (fatty acids) dan lainnya akan mulai menempel pada dinding-dinding arteri rusak tadi. Lama kelamaan, akan terjadi penumpukan material yang menyumbat arteri yang menyebabkan tersendatnya aliran darah dan juga aliran oksigen. Inilah yang disebut atherosclerosis. Dan jika material yang terakumulasi tadi melalui jaringan arteri yang menuju jantung, maka seseorang tersebut akan menjadi “kandidat” baru penderita jantung koroner, dan potensi kerusakan jantung lainnya. Jantung koroner adalah salah satu “pembunuh” utama dalam masyarakat modern saat ini, yang biasa menyerang orang di usia 40-an ke atas. Sifat mudah marah tentu saja bukan satu-satunya penyebab jantung koroner, tetapi gaya hidup yang kurang sehat memicu penyakit ini untuk menyerang mereka yang berusia lebih muda.
Jadi, amalkan hidup sehat dan lain kali jika Anda sedang akan marah, ingat pesan Nabi Muhammad SAW serta pertimbangkan konsekuensinya pada kesehatan Anda. Lepas dari sebab kemarahan Anda, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengelola kemarahan secara efektif dan mengekspresikan ketidakpuasan hati kita dengan cara yang cukup wajar.
Referensi:
Bernstein, Douglas A et al. (2012). “Psychology”, Ninth Edition, Wadsworth, Cengage Learning.
Ellis, Albert PhD. (1998). “How to Control Your Anger Before It Controls You”. A Citadel Press Book.
Vollrath, Margarete E. (2006). “Handbook of Personality and Health”, Psychological Institute, University of Oslo, Oslo, Norway, John Wiley & Son.
Oleh : Mustika Rahmi, Kajang – Malaysia