Kala Masa Lalu Menyapa

Kebaikan pun tak luput dari cerita masa lalu.
Dan meski harus berpijak pada masa lalu, selalu ada hikmah setelahnya.
Untuk memperbaiki semuanya. Dengan sisa kebaikan yang ada.

Sekelompok remaja berbalut seragam abu-abu putih mengingatkan Riana saat ia masih mengenakan seragam tersebut. Rok selutut dengan atasan yang berlengan pendek. Riana bergumam, “apakah ia yang dulu sama dengan mereka? Bercanda dan tertawa dengan riuh rendahnya seolah-olah kereta ini milik mereka saja, tak peduli adanya penumpang lain yang butuh duduk dengan tenang?”.

Masa remaja adalah masa yang paling berbekas dalam ingatan Riana. Berawal dari keluarga yang tak utuh. Selalu ada yang tersakiti dalam perpisahan orang tua, entah siapa yang egois diantara mereka atau mereka tak sadar jika anak yang paling tersakiti. Pertengkaran demi pertengkaran kedua orang tua, kakak-kakaknya yang saling menyalahkan satu sama lain atau campur tangan orang lain yang semakin membuat pelik suasana, semua masih lekat dalam ingatan Riana. Benar bahwa orang tua adalah sebaik-baik madrasah untuk anaknya, namun Riana tak mendapatkannya. Meskipun Riana sulit  menjadikan mereka cermin kehidupan, namun ia masih menghormati kedua orang tuanya dengan segala kekecewaan yang ia rasakan.

Tak mendapatkan kebahagiaan dirumah, Riana mulai mencari “kebahagiaan” di tempat lain. Berlindung dalam kehangatan keluarga sahabat-sahabatnya, di sanalah ia mempunyai ibu-ibu dan ayah-ayah lain dalam perjalanan hidupnya. Keluarga sahabatnya yang selalu ada dengan segala nasehat yang ia butuhkan ketika masa-masa sulit ia lewati.

Cerita baik dan buruk silih berganti memasuki kehidupannya. Pergaulan pun sempat tak tersaring dengan baik, meskipun hati selalu saja tak bisa jauh dari Allah. Ketika bergaul dengan teman yang membuatnya jauh dengan Sang Khaliq, ada sahabat kecilnya selalu menyapanya, entah melalui sebuah telepon ataupun pesan singkat, seolah Allah mengirimkan pengingat, bahwa kebaikan masih menunggu Riana.

Rasa kecewa masih saja ia rasakan, ketika mengingat kedua orang tuanya yang sibuk dengan diri mereka sendiri, kedua kakak yang tak bisa jadi panutan, dan kehidupan yang kadang tak berjalan sesuai pinta. Hingga di akhir semester kuliah, Riana menemui fase dimana hatinya kosong. Gelisah dan gundah selalu menghampirinya. Sekumpulan teman tempat ia bersenang-senang pun telah pergi. Entah kemana. Dan yang terlihat kala itu adalah tumpukan Al Quran yang rapi dan sajadah panjang serta mukena yang masih berbau wangi, pemberian almarhumah neneknya. Nenek yang merawatnya sewaktu kecil, yang melimpahi Riana dengan kasih sayang tanpa pamrih. Air mata mulai mengalir, dan tiba-tiba Riana seolah tergerak untuk mengambil air wudhu. Menangis sejadi-jadinya, rindu akan Almarhumah nenek, rindu akan kedekatan ia dengan Allah. Ah, dari situlah awal titik balik kehidupan Riana. Mencoba menata rasa kecewa, menggantinya dengan kerendahan hati untuk mengambil hikmah serta ridha dan memperbaiki semuanya.

Masa lalu yang pilu dan membawa rindu. Meski begitu Riana bersyukur, masa lalu membuatnya menjadi perempuan mandiri. Masih ingat pula, ketika Riana rindu akan kehadiran orang-orang yang disayanginya, termasuk rindu akan kehadiran Lili yang lama tak ia jenguk, dan tiba-tiba Allah mempertemukan mereka kembali, tak hanya lewat pesan singkat atau obrolan di ujung telepon. MasyaAllah, tertegun Riana melihat sosok yang bergamis off white dipadu dengan cardigan biru tua dan berjilbab panjang berwarna orange pastel. Lili yang lebih shalihah dari sebelumnya. Senyum mengembang Lili, selalu saja mengisi kekosongan hati Riana. Cerita indah dari Lili mengalir dengan rapi di telinga Riana. Riana salut akan sosok sahabat kecilnya. Yang tetap istiqamah untuk menjadi lebih baik. Ya, Riana iri dengan keistiqamahan Lili. Riana bersyukur, Lili tak pernah meninggalkannya, tetap rela mendoakan dirinya. Benar jika Allah tidak akan meninggalkan kita sendiri untuk mengahadapi kehidupan. Ia akan mengirimkan sahabat-sahabat yang tulus, jika kita menyadarinya.

* * *

  • Berterimakasih kepada masa lalu.
    Pengalaman adalah guru terbaik. Mau tidak mau kita harus sepakat dengan pepatah tersebut. Terkadang telinga sulit untuk menerima nasehat ketika kita sedang dalam permasalahan. Nasehat orang lain terkesan seperti kalimat yang memojokkan. Maka penting untuk belajar berbesar hati atas pengalaman yang kita alami dan rendah hati untuk mengambil pengalaman orang lain. Masa lalu yang buruk bukan untuk ditakuti, melainkan sebagai pembelajaran agar tak salah langkah mengulang kembali. Selalu ada maksud Allah memberi kejadian dari sebuah masa lalu. Baik atau buruk, semua sama berhikmahnya. Kita tidak akan tahu kebenaran sebelum menemukan banyak kesalahan bukan? Jadi buat apa kita hanya menyesali sebuah masa lalu, lebih baik berterimakasih kepada masa lalu dan memperbaiki langkah-langkah selanjutnya.
  • Komitmen bertumbuh untuk kebaikan.
    Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Begitu yang tercantum dalam firman Allah. Mengawalinya dengan sebuah “komitmen dengan diri sendiri” yang dibutuhkan untuk kebaikan. Semua pernah jatuh dan terpuruk, namun tak semua orang bisa bangkit dari keterpurukannya lalu bertumbuh untuk kebaikan.

    Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk karena keimanannya, dibawahnya mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan. (QS. Yunus:9)

    Amal, iman dan surga. 3 kata yang membuat kita lebih mengerti, apa tujuan kita menjalani kehidupan di dunia.  Tidaklah kita ingin surga Allah, maka jangan ragu-ragu untuk beramal dan beriman. Mudah bukan, hanya dengan beramal dan beriman, Allah menepati janjiNya untuk surga yang lebih indah dari kesenangan sesaat di dunia. Saatnya menutup masa lalu dengan bertumbuh untuk kebaikan, jangan lewatkan seditikpun melainkan kita dalam keadaan beramal saleh dan mengingat Allah.

  • Berjalan jika tak sanggup berlari.
    Allah memberi kita ujian karena Allah ingin kita merajuk pada-Nya, agar kita lebih mendekat. Ujian tanda Allah sayang kita. Ketika kita lalai, lupa, dan alpa akan ibadah kita pada Allah, tentu Allah menegur kita dengan cara-Nya. Jika masih belum sanggup berlari kencang untuk mendekat pada-Nya, berjalanlah. Jika tak sanggup berjalan, bergeraklah perlahan untuk mengumpulkan kekuatan yang lebih, agar Allah memberi kita hidayah,  dan tetap dalam tuntunan-Nya di setiap niat kita beribadah.

Ikhlas, sabar, syukur serta tawakal. Akan membuat kita jauh lebih ridha, terhadap apa yang Allah kehendaki untuk kita atas masa lalu. Memaknai usia yang cukup singkat, sayang jika banyak kebaikan yang terlewat, dan  tak banyak amal shalih yang diperbuat.

Karena nasihat terbaik adalah kehidupan setelah kematian. Maka jadikan masa lalu, sebagai penyemangat untuk mengumpulkan bekal ke akhirat.

Semoga bermanfaat.