Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai kekuasaan yang mutlak (absolut, tanpa batas), terkadang Dia memberi dan melimpahkan rizqi dengan berbagai sebab seperti Dia menjadikan air menjadi sebab adanya tumbuhan, dan seperti menjadikan jima’ dengan istri menjadi sebab adanya kelahiran. Kita berada di alam sebab, maka kita mengambil sebab-sebab yang disyari’atkan dan tidak bertawakkal kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Terkadang Dia memberi dan melimpahkan rizqi tanpa adanya sebab. Dia berfirman ‘Jadilah’ maka terjadilah, sebagaimana Dia memberi rizqi makanan kepada Maryam tanpa ada pohon dan memberi anak kepadanya tanpa suami.
Terkadang Dia Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kekuasaan-Nya menjadikan kebalikan sebab, sebagaimana Dia menjadikan api menjadi dingin dan menjadi keselamatan atas Ibrahim a.s, dan sebagaimana Dia menyelamatkan Musa a.s dan menenggelamkan Fir’aun dan pengikutnya di laut Merah, dan sebagaimana Dia Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Yunus a.s di dalam kegelapan perut ikan (paus) dan kegelapan laut.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. (QS. 36:82)
Ini yang berkaitan bagi segala makhluk, adapun yang berkaitan dengan suatu kondisi:
Pertama, Kita mengetahui dan meyakini bahwa pencipta segala keadaan hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala saja dari kaya, miskin, sehat, sakit, bahagia dan duka cita, tertawa dan menangis, mulia dan hina, hidup dan mati, aman dan takut, dingin dan panas, petunjuk dan sesat, bahagia dan celaka … maka ini dan keadaan-keadaan lainnya adalah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kedua, Kita mengetahui dan meyakini bahwasanya yang mengatur perkara dan memalingkan semua kondisi ini adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Tidak berganti fakir menjadi kaya kecuali dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sakit tidak bisa berganti sehat kecuali dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kehinaan tidak bisa berganti kemuliaan kecuali dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tertawa tidak bisa berganti menjadi menangis kecuali dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang masih hidup tidak bisa meninggal dunia kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dingin tidak bisa berganti menjadi panas kecuali dengan adanya perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesat tidak berganti menjadi petunjuk kecuali dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan begitulah.
Semua keadaan datang dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertambah dengan perintah-Nya, berkurang dengan perintah-Nya, tetap dengan perintah-Nya, berubah dengan perintah-Nya. Kita harus memohon perubahan kondisi dari yang memiliki (menciptakan)nya dengan cara hanya mendekatkan diri kepada-Nya saja dengan apa yang Dia syari’atkan.
Katakanlah: “Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di Tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 3:26)
Ketiga, Kita mengetahui dan meyakini bahwa semua khazanah (perbendaharaan) semua keadaan yang telah lalu dan yang lainnya hanya ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada sekutu bagi-Nya. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kesehatan atau kekayaan atau yang lainnya kepada semua manusia niscaya tidak mengurangi apa yang ada dalam khazanah-Nya Subhanahu wa Ta’ala kecuali seperti menguranginya jarum jahit bila dimasukkan ke dalam laut. Tidak ada Ilah kecuali Dia Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anh, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang beliau riwayatkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman (dalam hadits qudsi):
“Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan sifat aniaya atas diri-Ku dan Aku jadikan hal itu diharamkan di antaramu, maka janganlah saling berbuat aniaya.Hai hamba-Ku, kamu semua tersesat kecuali orang yang Ku-beri petunjuk, mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku memberi petunjuk kepadamu.
Hai hamba-Ku, kamu semua kelaparan kecuali orang yang Ku-beri makan, mintalah makan kepada-Ku, niscaya aku memberi makan kepadamu.
Hai hamba-Ku, kamu semua bertelanjang kecuali orang yang Ku-beri pakaian, mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku memberi pakaian kepadamu.
Hai hamba-Ku, sesungguhnya kamu semua melakukan kesalahan malam dan siang hari, dan Aku mengampuni semua dosa, mintalah ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu.
Hai hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak bisa mencelakakan Aku lalu mencelakakan Aku, dan tidak akan pernah bisa memberi manfaat kepada-Ku lalu memberi manfaat kepada-Ku.
Hai hamba-Ku, jikalau generasi pertama dan terakhir kamu, bangsa jin dan manusia, mereka semua seperti orang yang paling taqwa dari kamu, niscaya hal itu tidak bisa menambah sedikitpun dalam kerajaan-Ku.
Hai hamba-Ku, jikalau generasi pertama dan terakhir kamu, bangsa jin dan manusia, mereka semua seperti orang yang paling fasik dari kamu, niscaya hal itu tidak bisa mengurangi sedikitpun dari kerajaan-Ku.
Hai hamba-Ku, jikalau generasi pertama dan terakhir kamu, bangsa jin dan manusia kamu, mereka berdiri di satu tempat, mereka memohon kepada-Ku, lalu Aku memberi kepada setiap manusia sesuai permintaan-Nya, niscaya hal itu tidak mengurangi sedikitpun dari apa yang ada di sisi-Ku kecuali sebagaimana sebatang jarum bila dimasukkan ke laut.
Hai hamba-Ku, ia hanyalah amal perbuatanmu yang Ku-hitung, kemudian Ku-sempurnakan kepadamu. Barangsiapa menemukan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan barangsiapa yang mendapatkan selain hal itu, maka janganlah ia mencela selain kepada dirinya sendiri. (HR. Muslim no. 2577)
Yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan menjunjung segala perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala menurut petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala ridha kepadanya, memberikan kepadanya dari khazanah-Nya kaya atau fakir, memperkuat dan menolongnya, memasukkannya ke dalam surga, menjaganya, dan memuliakannya dengan iman, sama saja ia memiliki sebab-sebab kemuliaan seperti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anh, Umar Radhiyallahu ‘Anh, dan Utsman Radhiyallahu ‘Anh, atau tidak memiliki sebab-sebab kemuliaan seperti Bilal Radhiyallahu ‘Anh, ‘Ammar Radhiyallahu ‘Anh, dan Salman Radhiyallahu ‘Anh, serta selain mereka.
Dan siapa yang tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, jika dia mempunyai sebab-sebab kemuliaan dari kerajaan dan harta niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menistakannya dengannya (harta dan kerajaan), seperti Allah Subhanahu wa Ta’ala menistakan Fir’aun, Qarun, Haman dan selain mereka.
Dan jika dia mempunyai sebab-sebab kenistaan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menistakannya dengannya seperti kaum musyrik yang fakir.
.Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia untuk beriman dan beramal shaleh, hanya menyembah Rabb-nya saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Dia tidak menciptakan untuk memperbanyak harta, segala sesuatu dan syahwat. Barangsiapa yang menyibukkan dirinya dengan semua ini hingga meninggalkan ibadah kepada Rabb-nya niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menguasakannya atasnya dan menjadikannya penyebab celaka dan binasa serta meruginya di dunia dan akhirat.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir. (QS. 9:55)