Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang terbiasa mengerjakan shalat malam, meskipun suatu ketika tertidur pada suatu malam karena kelelahan, niscaya pahala shalatnya tetap ditulis baginya, dan tidurnya itu adalah sedekah dari Allah Ta’ala untuknya.” (HR. Daruquthni)
Menghidupkan malam memang berat dan penuh tantangan, apalagi jika cuaca sedang musim dingin atau musim hujan. Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan, ada empat perkara yang bisa dilakukan berkaitan dengan kondisi batin yang memudahkan untuk bangun malam.
Pertama, hendaknya menjaga hati aman dari sikap dengki dan benci kepada kaum muslimin, menjauhkan diri dari bid’ah dan jangan memikirkan dunia secara berlebihan.
Kedua, hendaknya memelihara dengan ketat rasa takut kepada Allah Ta’ala. Apabila seseorang berfikir keras terhadap neraka jahanam dan huru hara akhirat, maka ia akan mengurangi tidur, bahkan sulit tidur.
Ketiga, hendaknya mengetahui keutamaan bangun malam dan shalat malam. Bangun malam adalah cara terbaik untuk membina hubungan dengan Allah Ta’ala.
Keempat, hendaknya cinta kepada Nya. Ketika cinta kepada Allah ada, maka akan gemar pada kesunyian dan bercengkrama dengan Nya, serta lezat dan nyaman dalam berdoa kepada Nya. [1]
Allah Ta’ala memberi anugerah yang sangat besar bagi orang orang yang menghidupkan malam sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah dalam hadist tadi. Bahkan, Rasulullah juga pernah bersabda, “Bahwasanya di malam itu ada suatu saat dimana jika seorang muslim kebetulan memohon kepada Nya suatu kebajikan, niscaya akan dikabulkan.” (HR. Tirmidzi)
Budaya bangun malam perlu dilatih sejak dini. Untuk melatih agar anak-anak terbiasa menghidupkan malam maka sejak awal menikah pun sudah harus saling melatih bersama pasangan, sehingga jika masing-masing telah terbiasa mudah-mudahan kebiasaan baik tersebut Insya Allah juga akan tertular bagi anak-anaknya. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Semoga Allah Ta’ala merahmati laki-laki yang bangun malam, lalu mengerjakan shalat. Kemudian ia membangunkan istrinya dari tidurnya dan ia pun lalu mengerjakan shalat. Kalau istrinya enggan, ia menyapukan air ke muka istrinya dengan kasih sayang.” [2]
Rasulullah juga bersabda, “Semoga Allah Ta’ala merahmati wanita yang bangun malam, lalu mengerjakan shalat. Ia membangunkan suaminya lalu suaminya pun mengerjakan shalat. Kalau suaminya enggan, ia menyapukan air ke wajahnya dengan kasih sayang.” [3]
Nabi juga pernah bersabda, “Siapa saja yang bangun malam dan membangunkan istrinya, lalu keduanya mengerjakan shalat dua rakaat, niscaya keduanya akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang banyak ingat kepada Allah.” (HR. Muslim)
Sebagaimana yang diajarkan oleh Baginda Nabi, berlakulah lemah lembut dalam membangunkan pasangan agar ikutan menghidupkan malam. Dengan demikian, semoga kita termasuk ke dalam golongan yang selalu menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Beribadah bersama pasangan tentu saja akan lebih menetramkan. Dalam sebuah Hadist Rasulullah menyatakan bahwa, “Dua rakaat shalat orang yang sudah menikah lebih baik dari tujuh puluh rakaat yang masih lajang.” [4]. Untuk itu, menikahlah agar lebih menentramkan dan menenangkan.
Berbicara tentang ketentraman, Imam at-Thabari dalam menjelaskan kalimat “litaskunuu ilaiha”, beliau mengatakan, makna kalimat itu supaya kalian mampu menjaga kesucian diri kalian dengan kehadiran suami dan istri dalam kehidupan. Inilah makna yang paling mendasar dari “sakinah”. Adanya istri adalah benteng terkokoh bagi suaminya, agar mampu berlari dari yang keji menuju yang suci, dari dosa menuju pahala, dari nista menuju mulia, dari neraka menuju syurga. Demikian pula adanya suami menjadi perisai bagi istrinya yang akan melindungi dari segala gerisik hati, ucap lisan, dan laku anggota yang Allah murkai. [5]
Dan berdoalah berbagai macam kebajikan, karena waktu malam adalah saat terbaik dalam berdoa.
Catatan kaki
1. Terjemahan Ihya Ulumuddin juz 2, keutamaan dan rahasia waktu malam, hal. 339, penerbit Republika.
2. Ibid, hal. 343
3. Ibid, hal. 343
4. Tanqihul Qaulu, Bab Nikah
5. Lapis-lapis keberkahan, mengisi rumah sejati
Penulis : Saiful Hadi, ST