Kisah Sopir Taksi Mentalqin Penumpang Sekarat

Kakak ipar saya, Muhammad Ghaniem, bercerita tentang kisah nyata, bahwa di Mesir, ada ibu tua yang hampir meninggal dan seorang pemuda yang merupakan anaknya.

Anaknya itu memanggil taksi. Lalu menaikkan ibunya, dan menyuruh si supir taksi berangkat lebih dulu. Dia sendiri akan menyusul belakangan karena ada beberapa dokumen yang harus dicari dulu sebelum ke rumah sakit.

Di perjalanan, sopir berulang kali menoleh ke belakang, mengkhawatirkan kondisi penumpangnya yang makin memburuk. Dia bersiap melakukan apapun demi menolong si tua penumpangnya itu

Sampailah kemudian di tengah perjalanan, ibu tua tadi tak tertolong lagi. Nafasnya hampir habis, dan mungkin sekejap akan wafat. Dengan inisiatif tinggi dan gerak cepat, si sopir menghentikan mobil. Loncat ke belakang, lalu mentalqin si ibu tua, Menuntunnya mengucapkan dua kalimat syahadat

“Asyhadu allaa ilaaha illallah, Wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullah…”

Akhirnya wafatlah beliau dengan tenang usai bersyahadat.

Setelah itu mobil melanjutkan ke rumah sakit, Menyerahkan urusan pada para dokter d isana. Sopir baik hati itu sendiri menunggu di ruang tunggu, hendak memberi belasungkawa pada si anak dari ibu tua tadi, yang tak lama kemudian tiba.

“Mohon maaf. Ibu Anda tidak tertolong, Beliau wafat di perjalanan.”

“Apa!? Ibu saya meninggal di jalan!?”

“Ya betul.. Tapi alhamdulIllah beliau sempat saya talqin dan mengucap dua kalimat syahadat…
Yang sabar ya. Saya ikut sedih.”

Tapi bukannya bersyukur, pemuda itu tambah terkaget-kaget

“Hah!? Ibu saya ditalqin!? Dia mengucap dua kalimat syahadat!?”

“Iya Mas, Kenapa memangnya?”

“Waduh…! Kami ini Kristen!”

***

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang beliau adalah seorang yang benar lagi dibenarkan:

[arabtext] أَنَّ خَلْقَ أَحَدِكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَوْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَهُ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَهُ ثُمَّ يُبْعَثُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيُؤْذَنُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ فَيَكْتُبُ رِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَعَمَلَهُ وَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ ثُمَّ يَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى لَا يَكُونُ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُ النَّارَ وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا[/arabtext]

“Bahwa penciptaan salah seorang di antara kalian dihimpun dalam perut ibunya selama empat puluh hari atau empat puluh malam, kemudian menjadi segumpal darah dalam empat puluh hari berikutnya, kemudian menjadi segumpal daging dalam empat puluh hari berikutnya. Kemudian Allah mengutus malaikat kepadanya dan memerintahkan untuk menetapkan empat kalimat (empat hal): Tentang rezkinya, ajalnya, amalnya, sengsara ataukah bahagia, kemudian Allah meniupkan ruh padanya. Sungguh ada salah seorang di antara kalian yang melakukan amalan-amalan penghuni surga hingga tak ada jarak antara dia dan surga selain sehasta, namun kemudian takdir telah mendahului dia, lantas ia pun melakukan amalan penghuni neraka dan akhirnya ia masuk neraka. Dan sungguh ada salah seorang di antara kalian yang melakukan amalan penghuni neraka, hingga tak ada jarak antara dia dan neraka selain sehasta, namun kemudian takdir mendahuluinya, lantas ia pun mengamalkan amalan penghuni surga sehingga dia memasukinya.” (HR. Al-Bukhari no. 3332)