Semut kecil, hewan mungil yang rapuh, berjalan lurus pun sangatlah susah baginya. Semut kecil dengan langkah kecilnya yang selalu gemetar, dan keberadaanya yang sering kita remehkan. Namun semut kecil memberikan satu teladan bagi kita, semangat pantang menyerah. Tidak jarang kita melihat seekor semut yang dengan gigih mampu membawa beban yang jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya.
Saat ini semut kecil dihadapkan pada badai besar yang bernama kehidupan. Kehidupan saat ini bukanlah angin sepoi–sepoi yang sejuk, nyaman, dan bisa dinikmati. Kehidupan saat ini bagaikan badai. Tidak terlihat lagi sesuatu yang indah, yang tampak kerusakan dimana–mana. Para pemimpin yang saling suap, korupsi, banyak orang yang sengaja buta dan tidak peduli lagi makna halal dan haram tindakan mereka, media dikuasai golongan tertentu sehingga opini publik pun dikendalikan, lebih senang mencari keburukan–keburukan orang lain daripada mencari jati diri atau mempelajari sejarah bangsanya, semakin merebak nya ideologi–ideologi yang memecah dan mengadu domba kesatuan negeri ini, serta tidak sedikitnya para intelektual/pembelajar yang lebih memilih diam berada dalam zona nyaman melihat badai yang semakin lama semakin berkecamuk.
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al Baqarah : 216)
Adalah kewajiban bagi setiap makhluk Allah untuk memerangi kebatilan yang terus terjadi di depan matanya. Dan dengan mantap semut kecil pun melompat kedalam badai. Apa yang harus semut takutkan? Setelah dia melompat dia hanya akan berakhir mati dalam kebodohanya? Kenapa harus memikirkan akhir perjuanganmu kalau memulai saja belum. Apakah Nabi Ibrahim tahu bahwa dia akan selamat sewaktu dibakar hidup–hidup? Apakah Nabi Musa tahu bahwa dengan memukulkan tongkatnya maka Laut Merah akan terbelah? Apakah Rasullulah tahu dengan jumlah pasukanya yang sedikit beliau mampu memenangkan perang Badar? Yang mereka ketahui, terus memerangi kejahatan adalah kewajiban mereka. Dan satu hal yang mereka yakini : “…maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (QS 8 : 40). Selama masih kuat keimanan kepada Allah, selama masih kuat niat kita untuk terus menghentikan kebatilan, maka tiada perlindungan dan pertolongan yang melebihi perlindungan dari Allah.
Apa yang harus dia diragukan? Perbedaan kekuatan yang besar antara dirinya dengan badai? Bukankah perjuangan kecil dengan tenaga kecil yang dilakukan semut ini akan jauh lebih mulia bila dibandingkan Gunung dengan kekuatannya yang besar namun dia tidur. Karena sesungguhnya semua makhluk sama derajatnya di hadapan Allah, amalan dan iman mereka lah yang membedakanya.
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (At Taubah : 9)
Lebih dari semut, kita adalah manusia. Lebih dari manusia, kita adalah pemuda. Allah menganugerahkan tenaga yang besar, semangat menggebu dan menggelora, akal dan pemikiran yang luas, serta intuisi yang kuat pada diri pemuda. Tapi, betapa egois nya para pemuda jika mereka tidak memanfaatkan berkah yang mereka miliki dan hanya diam saja melihat semut kecil yang berjuang sendirian melawan badai. Bukankah selama ini pemuda lah yang selalu ada di garda depan setiap gerakan perubahan di Indonesia, baik itu Sumpah Pemuda, Proklamasi, bahkan Reformasi. Bukankah harapan dan kejayaan bangsa ada di pundak para pemudanya?
Oleh : Andrew Iskandar Z – Bandung
Kepala Bidang Eksternal Kampus SKI IT Telkom