Larangan bagi orang haid – Kaum muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam kesempatan yang berbahagia ini, penulis insyaallah akan membahas mengenai hal-hal yang dilarang bagi orang yang haid. Banyak wanita kaum muslimin yang belum mengetahui hukum dan larangan ketika ia datang bulan(haid).
Tidak hanya wanita saja yang harus tahu mengetahui apa saja hal-hal yang dilarang saat wanita. Tetapi untuk para pria juga harus mengetahui. Karena kelak ia akan menjadi suami dari wanita tersebut.
Darah haid merupakan darah normal pada wanita, warnanya hitam pekat dan memiliki bau yang tidak enak, keluar hanya dalam waktu tertentu. Darah haid ini sangat penting sekali dipahami dengan baik untuk para wanita itu sendiri, termasuk pula bagi para pria sebab ia nantinya akan menjadi pendamping wanita atau mempunyai sanak keluarga yang harus ia jelaskan mengenai masalah ini.
1. Tidak Diwajibkan Shalat
Para ulama telah sepakat bahwa diharamkan shalat bagi wanita yang sedang haid dan nifas, baik itu shalat wajib maupun shalat sunnah. Dan mereka pun juga sepakat bahwa wanita haid tidak mempunyai kewajiban shalat dan tidak perlu untuk mengqodho’ atau menggantinya ketika ia suci di lain hari.
Dari Mu’adzah, ia berkata bahwa ada seorang wanita yang berkata kepada ‘Aisyah,
“Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” Maka ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, tetapi beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.” (HR. Bukhari no. 321)
2. Tidak Diwajibkan Puasa
Dalam hadits Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” (HR. Muslim no. 335) Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28/ 20-21)
3. Haram Menyetubuhi Wanita Yang Sedang Haid
Ini yang menjadi penting bagi pria untuk mengetahui hal-hal ketika wanita haid.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat bahwa haramnya menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.” (Al Majmu’, 2: 359)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ Al Fatawa, 21: 624)
Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haid.” (QS. Al Baqarah: 222). Imam Nawawi berkata, “Mahidh dalam ayat bisa bermakna darah haid, ada pula yang mengatakan waktu haid dan juga ada yang berkata tempat keluarnya haid yaitu kemaluan. … Dan menurut ulama Syafi’iyah, maksud mahidh adalah darah haid.” (Al Majmu’, 2: 343)
Hubungan seks yang dibolehkan dengan wanita haid adalah bercumbu selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam hadits disebutkan,
اصْنَعُوا كُلَّ شَىْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ
“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di kemaluan).” (HR. Muslim no. 302)
Ketika ‘Aisyah haid saat haji, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى
“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211)
4. Menyentuh mushaf Al Qur’an
Orang yang berhadats (hadats besar ataupun hadats kecil) tidak boleh menyentuh mushaf Al Quran seluruh atau sebagiannya. Inilah yang merupakan pendapat para ulama empat madzhab. Dalil dari hal ini yaitu firman Allah Ta’ala,
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al Waqi’ah: 79)
Begitu pula sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ
“Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Bagaimana jika membaca Al Qur’an? Para ulama empat madzhab sepakat bahwa bolehnya membaca Al Qur’an bagi orang yang berhadas baik hadats besar ataupun kecil selama ia tidak menyentuhnya.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Diperbolehkan bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al Qur’an menurut pendapat ulama yang paling kuat. Alasannya, karena tidak ada dalil yang nya. Akan tetapi, seharusnya membaca Al Qur’an tersebut tidaklah sampai menyentuh mushaf Al Qur’an.
Jikalau memang mau menyentuh mushaf Al Qur’an, maka seharusnya dengan menggunakan sebuah pembatas seperti sebuah kain yang suci dan semacamnya (atau sarung tangan, pen). Demikian pula untuk menulis Al Qur’an di kertas ketika hajat (dibutuhkan), maka hal tersebut diperbolehkan dengan menggunakan pembatas seperti kain tadi.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 10: 209-210)