Saya pernah menjumpai seseorang yang berkali-kali gagal dalam melamar pekerjaan. Di kali yang lain, saya pernah mendengar cerita tentang orang yang selalu gagal dalam menemukan jodohnya. Dua kisah nyata ini hampir sama. Intinya adalah kegagalan yang terulang lagi, lebih dari satu kali. Mungkin benar adanya bahwa barangkali ada faktor “ujian dari Allah” atau hukuman atas kesalahan kita yang berperan disini. Tetapi ada satu kemungkinan lain yang tak boleh kita lupakan, yakni peringatan!
Sebelum saya menjabarkan lebih lanjut, saya ingin mengajak Anda untuk sedikit mengingat sejarah dunia. Apakah Anda pernah mendengar kisah suksesnya Thomas Alva Edison? Dia adalah seorang yang tuli, namun bisa mengukirkan namanya di sejarah karena berhasil menemukan suatu alat yang hingga saat ini menjadi hal yang kita sangat bergantung padanya, yaitu lampu. Namun pernahkah Anda berpikir, mengapa dia baru berhasil menemukan bola lampu pada percobaan ke 999-nya?
Saya ingin mengajak Anda untuk memainkan logika berpikir, karena bukankah Allah memerintah umat-Nya untuk berpikir, dan mendakwa pemikir sebagai orang yang beruntung?
Saudaraku seiman dan seperjuangan, kegagalan yang dialami oleh kenalan saya dalam melamar pekerjaan dan kenalan saya yang lain dalam menemukan jodoh sebenarnya adalah peringatan dari Allah. Allah memberikan kegagalan yang sama persis kepada manusia karena suatu tujuan, yakni membuatnya belajar dari kesalahan yang lalu. Klise memang, tapi inilah adanya. Ketika kita mengalami kegagalan, berarti ada yang salah dengan cara kita melakukan atau memandang sesuatu tersebut. Ada yang salah dengan sikap dan perspektif kita. Misal, seseorang yang gagal melamar pekerjaan, lantas melamar lagi di tempat lain, tetapi tetap mengalami kegagalan dan begitu seterusnya, sebenarnya terjadi karena dia tidak belajar. Belajar untuk meningkatkan potensi dan skill-nya misalnya, atau belajar untuk memperbaiki niatnya untuk mendapatkan pekerjaan. Wallahualam. Yang jelas, ada kesalahan yang berulang disini dan tidak dijadikan sarana untuk belajar, berubah dan memperbaiki diri. Maka hasilnya? Kegagalan akan terulang lagi dan lagi.
Pun dengan kasus Thomas Alva Edison yang sukses pada percobaan ke-999 terjadi karena dia baru menyadari ada kesalahan dalam membuat eksperimen. Akan tetapi dia ini sangat luar biasa, karena memiliki ketekunan, kerja keras dan semangat yang tinggi untuk terus mencoba hingga percobaan ke-999 kali dengan melakukan proses belajar sedikit demi sedikit hingga pada akhirnya kesuksesan lah yang diraihnya. Dia mendefinisikan bahwa kesuksesannya terjadi karena 99% nya berasal dari keringat. Akan tetapi kita? Mampukah mencoba mencari pekerjaan atau menemukan jodoh hingga percobaan ke-999? Lantas mengapa kita tidak juga mengambil pelajaran?
Saudaraku, sebenarnya Allah dalam firman-Nya pada surat At-taubah ayat 126 menegaskan dengan lugas mengenai hal ini.
“Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, namun mereka tidak juga bertobat dan mengambil pelajaran”.
Ayat ini jelas sekali mengingatkan kita, bahwa ujian kegagalan itu didatangkan agar kita mengambil pelajaran darinya. Bila tidak? Kegagalan itu sangat mungkin sekali akan berulang. Hal ini pun dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan, yakni dalam Neuro Learning Program (NLP), sebuah model dalam ilmu psikologi. Dalam NLP dinyatakan hukum yg berbunyi, “Setiap kejadian atau ujian akan terus berulang, sampai seseorang dapat mengambil pelajaran darinya. Jika seseorang tersebut belum juga mengambil pelajaran dan berubah, maka kejadian itu akan terus berulang, hingga mendapatkan pelajaran.”
Saudaraku, pesan yang ingin saya sampaikan disini adalah, ketika kita mengalami kegagalan, maka BELAJAR dan BERUBAH adalah hal mutlak yang harus terlebih dahulu dilakukan sebelum semangat untuk mencoba lagi, merajai. Hal ini juga mengingatkan saya pada quote dari mantan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, “Jika saya punya waktu delapan jam untuk menebang pohon, akan saya habiskan enam jam untuk mengasah kapak saya.” Mengasah kapak disini sama halnya dengan mengasah otak atau berpikir dan belajar. Saudaraku, bukan maksud saya untuk mengendorkan semangat dan ketekunan Anda sekalian, akan tetapi, daripada kita melakukan percobaan hingga ratusan kali dan belum tentu berhasil, mengapa tak kita coba sekali atau dua kali saja? Kuncinya adalah belajar dan berubah dengan menggunakan otak kita untuk berpikir. Belajar dari kesalahan, ambil polanya dan pahami, lalu berubah dengan melakukan sesuatu itu melalui cara yang berbeda dan tentunya, konstruktif. Karena jika kita melakukan sesuatu itu dengan cara yang sama dengan sebelumnya, itu tak akan mengubah apa-apa selain menambah daftar kegagalan kita (hehe). Bukankah hakikat hidup ini belajar, saudaraku? Dan perubahan itu adalah suatu keniscayaan? Maka marilah kita belajar dari kegagalan, lalu berubah! Man jadda wa jadda! (Karena orang yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil).