Makanan dan Waktu Makan Sang Aktifis

You are what you eat. Oh, benarkah?

Coba amati. Para peminum alkohol dan penenggak narkoba tidak ada yang wataknya waras 100 %. Benar tidak?. Masyarakat yang tinggal di pegunungan (lebih banyak makan sayuran dan buah) memiliki karakter berbeda dengan masyarakat pantai (menyantap makanan hewani lebih banyak). Orang Israel yang suka memakan babi itu brutal, berbeda dengan orang-orang Gaza yang menghindari babi. Anda bisa saja mendadak menjadi orang yang amat romantis ketika setiap sore makan cokelat.

Sekarang mari kita bandingkan perbedaan perilaku yang lebih nyata pada diri kita sendiri antara saat sedang rajin puasa, saat sedang diet, dan saat bebas makan apapun. Hanya karena soal mengatur makan, kita dapat menjadi orang yang berbeda- beda, bukan?. Makanan dan pola makan mempengaruhi sifat kita.

Nah, Apakah hari ini Anda sarapan?

Dulu saya pernah berpikir, jangan – jangan soal sarapan juga dapat membentuk karakter, mempengaruhi ’akhlak’ dan ’idealisme’ kita setiap hari. Hipotesis ini akhirnya dijawab oleh suami : diakibatkan oleh tidak sarapan, ia (saat mahasiswa dulu) pernah melepaskan diri dari barisan demo di Bunderan UGM, menyelinap ke warung murah Kagama untuk mengisi perut. (waktu itu setiap jam 9 sampai 11-an di Kagama disediakan 500 porsi untuk mahasiswa yang kurang mampu, tidak tahu sekarang masih ada atau tidak). Seperti biasa, antrian makan mengular, dan ia mendapat jatah sepiring nasi ketika waktu sudah hampir dzuhur. Demo sudah bubar.

Bukankah ini adalah kisah tentang kalahnya idealisme, hanya gara-gara dari rumah (maksudnya dari kos) tidak sarapan?

Banyak aktivis lupa untuk sarapan di pagi hari. Makan siang pun terlewati karena menumpuknya tugas. Mungkin perut sudah lama membunyikan alarm-nya, alias keroncongan. Tubuh pun sudah memberikan sinyal kekurangan  gula darah, dengan membuat tanda pusing tujuh ratus keliling.  Pikiran pun tidak fokus dan Anda menjadi Mbak “Lola” alias Loading Lama atau Mbok “Sumi” (Suwe Mikire).

Makan bukanlah tujuan hidup kita. Tetapi jangan mengaku aktivis sejati deh, kalau untuk urusan makan saja Anda tidak beres. Bagaimana mungkin semua amanah akan diselesaikan dengan cerdas,  kalau hak tubuh tidak dipenuhi. Untuk berfikir cerdas dan kretif, otak membutuhkan energi yang berasal dari glukosa. Glukosa diperoleh dari makanan yang kita makan. Setelah dirubah menjadi glukosa maka darah akan membawanya ke seluruh tubuh yang memerlukan misalnya otak, sistem saraf, jantung dan organ tubuh lainnya.

Otak tidak dapat menyimpan glukosa, sehingga harus dipasok terus menerus. Jika otak kekurangan glukosa, maka terjadilah gangguan pada fungsi otak. Maka jadilah Mbak ’Lola’. Segera penuhi kembali kekurangan glukosa darah dengan cara makan tepat waktu. Agar amanah dawah dapat diselesaikan dengan cerdas.

Waktu makan sehat para aktifis dawah, sebaiknya mengikuti pola sebagai berikut :

  • Makan pagi/ sarapan (pukul 06.00)
  • Snack pagi (10.00)
  • Makan siang (13.00)
  • Snack sore (16.00)
  • Makan malam (18.00)

Pada waktu pagi hari, kadar glukosa darah sudah menurun karena tidak memperoleh pasokan glukosa selama 11 jam. Kalau kita memulai aktifitas tanpa sarapan, maka kadar gula darah kita dalam keadaan rendah sehingga mengakibatkan lemas, letih, cepat lelah. Selain itu juga dapat  menurunkan  konsentrasi dan daya terima pembelajaran. Akibatnya, produktifitas akan  menurun. Snack di antara dua jam makan akan membuat tubuh kita tidak kehabisan glukosa darah.

Selain pola makan sehat, jangan lupa memperhatikan jenis makanan yang dipilih. Jangan sampai salah pilih, dan salah makan. Makanan bergizi seimbang tetap akan membuat tubuh tetap sehat. Penuhi kebutuhan serat dan air putih agar terhindar dari konstipasi dan dehidrasi. Keanekaragaman makanan yang dipilih akan membuat asupan zat gizi yang diterima tubuh semakin lengkap. Tetaplah  mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang dibutuhkan tubuh, agar tidak terjadi obesitas dan kurang gizi.