Menulislah, Maka Kita ‘Ada’

Menulislah, Maka Kita ‘Ada’ (A Tribute For Nurul F Huda)

Beberapa hari yang lalu saya dikejutkan oleh sebuah kabar duka. Nurul F Huda, salah satu pengarang favorit saya telah tiada. Penyakit jantung yang dideritanya sejak belia, tak mengijinkannnya lebih lama lagi hidup di dunia. Meninggalkan dua putranya yang masih berusia belia, sepantaran dengan anak sulung saya yang baru duduk di kelas tiga SD. Rasa haru, sedih, dan kehilangan bercampur aduk jadi satu di dada, apalagi selama ini dia harus membesarkan kedua buah hatinya seorang diri, setelah bercerai dengan sang suami.

Kubayangkan hari-hari sepi yang dilaluinya tanpa pendamping yang menjadi penyejuk jiwa dan pelipur laranya. Tiba-tiba saja saya merasa menjadi ibu yang sungguh tak bersyukur. Saya dikaruniai seorang suami dan lima anak yang membuat hari-hariku senantiasa ceria, namun betapa seringnya saya mengeluh dan merasa terbebani dengan tugas saya sebagai seorang istri dan ibu.

Tengah malam, saya membuka-buka beberapa buku karangannya. Dalam keterbatasannya, ternyata tak membuatnya berhenti berkarya. Hampir 23 buku berhasil ditulisnya, dan rata-rata memberikan berjuta hikmah dan inspirasi bagi pembacanya. Bahkan, menjelang kematiannya ia masih sempat menulis sebuah buku “Hingga Detak Jantungku Berhenti”. Sepertinya ia telah mempunyai firasat bahwa ia tak lama lagi membersamai kedua buah hatinya di dunia, hingga judul itu yang ia pilih untuk buku terakhirnya. Kurasakan hati ini semakin tertaut pada sosok kurus nan ringkih namun murah senyum itu. Butiran bening mengalir dari kedua pipi.

Saya mengenalnya hanya lewat dunia maya, serta dari berbagai tulisan yang ditorehkannya. Saya belum pernah bertemu dengannya secara nyata. Namun mengapa saya begitu kehilangan saat ia tiada? Mengapa air mata saya kembali menetes tiap mengingat perjuangannya? Mengapa tiap kali menatap anak saya yang sebaya dengan anak yang ditinggalkannya, luka hati saya kembali menganga?

Saya tahu jawabnya. Karena ia menuliskan perjuangannya. Ia menuliskan visi hidupnya dalam setiap buah karyanya. Visi yang sama dengan harapan saya hidup di dunia ini. Itulah yang mengikat hati kami sehingga saling terpaut walau kami belum pernah bersua secara fisik. Dari berbagai tulisannya, saya menjadi tahu  pribadinya yang sesungguhnya, impian-impiannya, idealismenya, kebahagiaannya membesarkan kedua buah hatinya, perjuangannya dengan penyakit jantung yang dideritanya.

Dengan menulis, Nurul F Huda telah meninggalkan jejak bahwa ia pernah ada di muka bumi ini. Bahwa idealisme dan cita-citanya tetap abadi dan tidak ikut terkubur bersama jasadnya. Walau ia telah tiada, goresan penanya akan tetap menginspirasi banyak manusia, dan semoga bisa menjadi pahala amalan jariahnya di akhirat.

 

Selamat jalan sahabat…

Beristirahatlah dengan tenang dalam tidurmu yang panjang…

Semoga hasil karyamu menjadi cahaya yang akan senantiasa menerangi kuburmu…

Ijinkan aku mengikuti jejakmu, meninggalkan goresan pena yang akan menginspirasi banyak manusia…

Sekecil apapun itu, akan kupahatkan bahwa aku pernah ‘ada’…

 

-Indah Utami-