Interaksi dengan orang-orang di sekitar kita tentunya tak lepas dari konflik yang menimbulkan sakit hati. Sebagai manusia, ada saja kemungkinan kita memendam kekesalan menjadi dendam. Bukan hanya kepada satu-dua orang saja, dendam yang dibiarkan bertumpuk lama-lama akan menggerogoti jiwa.
Lalu, bagaimana sebaiknya sikap kita terhadap orang yang telah berbuat zalim pada kita? Allah telah menjawabnya dalam ayat berikut ini:
“Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri (ayat 39). Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim (ayat 40). Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka (ayat 41). Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih (ayat 42). Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan (ayat 43).” [QS As Syuura: 39-41]
Dalam ayat di atas dapat kita simpulkan bahwa memaafkan lebih baik dan diutamakan. Meskipun kita diberi kempamuan untuk membalas perbuatan zalim tersebut, Allah memberikan peluang kepada kita untuk meraih pahala yang besar di sisi-Nya dengan memaafkan orang yang telah menyakiti kita. Pahala yang banyak telah disiapkan bagi orang yang mau memaafkan dan bersabar.
Di tempat kerja misalnya, ketika ada teman kerja yang lebih senior semena-mena terhadap kita, merasa bisa menyuruh kita ini itu (karena kita masih junior), maka sikap ramah dan mudah memaafkan akan mejadi akhlak baik yang menguntungkan kita. Tentu senior kita lama-lama akan berpikir, orang yang dia zalimi bisa begitu baik padanya. Bisa jadi, suatu hari nanti akhlak mulia kita yakni memaafkan perbuatan senior kita tersebut menjadi jalan kesadaran untuknya. Syukur-syukur dia bisa jadi sahabat kita nantinya.
Beda kejadiannya ketika kita membalas perbuatan buruknya dengan hal yang setimpal. Kita balik menjahatinya. Lalu, apa bedanya kita dengan orang yang berperilaku tercela tersebut?
Ada kalanya orang yang telah menyakiti kita sama sekali tidak berniat menyakiti kita. Hati kita sakit karena kita terlalu sensitif dan mudah tersinggung. Ditambah lagi sifat buruk sangka menjadikannya “selalu salah” di mata kita.
Oleh karena itu, memaafkan adalah jalan yang dianjurkan. Jadilah pemaaf, agar kita mendapat ketenangan hati dengan tidak dibebani oleh sakit hati dan dendam. Hati yang pemaaf, bisa diibaratan dengan samudera yang luas. Seberapapun “sampah” yang orang buang kepada kita, maka tidak akan ada artinya jika hati kita seluas samudera.