Suatu kesempatan, saya berbincang dengan Dr. Hamid Fahmy Zarkasy (Direktur INSISTS), beliau cerita kalau di Turki ada sebuah media yang sangat besar, yang sangat berpengaruh. “Melihat ini, saya teringat waktu saya ke Turki,” katanya sambil melirik serius sembari membolak-balik Tabloid Alhikmah yang sedang dibacanya.
“Ada koran di Turki, dicetak satu juta eksemplar sehari,” katanya. Saya dengan serius memperhatikan. Bisa-bisanya kok, koran dicetak sampai satu juta per hari. Saya pikir, di Indonesia belum ada koran harian yang bisa menembus angka tersebut. Harian Kompas, yang digadang-gadang terbesar saja, hanya sekitar 500.000 eksemplar oplahnya. Apalagi yang lain (Tempo,dll).
Koran yang dimaksud tak lain ialah Harian Zaman. Koran ‘Islam’ milik grup Fathullah Gullen, salah satu orang paling berpengaruh di Turki, dengan gerakan Islamisasi pendidikannya. “Di sanalah, pentingnya menguasai Media,” tutup Dr. Hamid Fahmy Zarkasy. Kalau ingin menguasai opini, memang salah satu hal penting ialah menguasai media.
Dalam suatu kesempatan lawatan ke Turki, saya berkesempatan menemukan Harian Zaman yang diceritakan Dr. Hamid di sudut toko dekat Selat Bosporus, Istanbul. “Oplahnya sekitar 1,2 juta eksemplar per hari,” kata Andhika, mahasiswa Indonesia di Turki saat mengantarkan kami berjalan-jalan di daerah Grand Bazar. Saya beli Koran Zaman dengan harga 60 kuruz (sekitar 3000).
Koran Zaman, surat kabar terbesar di Turki. Saya lihat-lihat, isinya mungkin seperti surat kabar pada umumnya di sini, namun ada rubrik-rubrik islam di sana. “Setiap jumat, ada khusus pembahasan Islam oleh Fethullah Gullen,” tambahnya, semacam rubrik khutbah Jumat mungkin.
Dari sini, pemikiran Fethullah Gullen memasuki rumah-rumah, kamar-kamar, kantor-kantor setiap jengkal di Turki. Belum lagi, grup Fethullah Gullen memiliki sekitar 6 stasiun TV. Saya baru sadar, bahwa media memegang peranan penting. Apalagi, media yang dibaca setiap harinya adalah ‘media islam’. Saya lihat sendiri di Turki, kemana-mana orang Turki mengapit koran diketiaknya.
Saat ada kesempatan menanti trem, mereka gunakan waktunya untuk membaca koran atau buku. Di dalam trem, di pinggir-pinggir jalan. Bahkan, di tempat wisata Mesjid Sultan Ahmad – Museum Ayasofia, di bangku-bangku taman itu, mereka serius membaca koran-koran. Koran Zaman, salah satunya. Saat itu juga, saya melihat salah satu surat kabar lainnya, menyerang koran Zaman dan menjadikannya suatu headline.
Di Turki, yang orang-orangnya sudah terbiasa membaca, mungkin menjadikan koran sebagai acuan mereka. Di sini, koran kompas pun masih jauh dari jumlah eksemplar Harian Zaman. “Masyarakat lebih banyak nonton TV,” kata kang Firdaus, seorang jurnalis Trans TV, saat kami berbincang sambil menunggu pesawat pulang di Doha, Qatar.
Dalam diskusi larut malam itu, beliau yang kini seorang asisten Produser program Mozaik Islam di Trans TV mengatakan kalau program TV di Indonesia sekarang semakin liar. Banyak program tak mendidik, banyak mudharat, pengakuan seorang yang sudah 10 tahun lebih di dunia Televisi.
“Sudah saatnya, ada TV yang menginspirasi,” katanya, maksudnya tak bukan dan tak lain ialah ‘TV Islam’. “Kita angkat misalnya bagaimana perjuangan-perjuangan dai hidayatullah di pedalaman,” katanya. ‘TV Islam’ ini mungkin tak perlu bernama berbau Islam, atau apapun, tapi isinya membela umat Islam.
“Kita liput bagaimana tentang haji, tentang opini densus, tentang keadaan muslim Suriah, kirim wartawan ke sana,” katanya. Bahwa TV yang sekarang bermunculan adalah baik, tapi alangkah baiknya, bahwa TV-TV ‘Islam’ ini tak melulu berisi tentang kajian, tapi juga menampilkan berita secara profesional, baik berita hard news maupun feature (soft) news.
Saya kira, memang sudah saatnya, kalau acara-acara merusak saja sudah sangat bertebaran, bolehlah kalau acara-acara menginspirasi kini mengisi ruang-ruang penonton TV. Mungkin, yang dimaksud dengan ‘TV Islam’ yang sempat diwacanakan, tak melulu membahas Islam, kajian Islam, dll. Dia bisa lebih universal, menampilkan program-program mendidik.
Ada pun news (berita), menjadi salah satu hal yang penting. Agar tak hanya menjadi TV Kajian saja. Agar berita-berita itu terveripikas. Obrolan tentang media ini, khususnya TV, mungkin hanya obrolan tengah malam, sembari menanti keberangkatan ke Indonesia. Tapi, saya yakin, suatu hari, akan ada masa program-program TV di Indonesia adalah program yang baik, mendidik, dan mendewasakan, bukan program yang kini banyak dikecam.
Masih dalam menanti masa itu, mungkin suatu hari, kelak, kita bisa terlibat dalam proyek besar TV ini, atau dalam kondisi sekarang, sebelum hal itu terwujud, walau tanpa Harian yang beroplah 1 juta, atau tak ada stasiun TV yang benar-benar mendukung nilai-nilai universal Islam, ada baiknya umat Islam tetap mendukung media-media Islam yang masih butuh banyak masukan, baik dari segi konten, redaksi, klarifikasi, dll.
Masih banyak yang perlu dibenahi. Hingga anggapan sebagian orang bahwa media Islam yang dikenal ‘media marah’ berganti menjadi ‘media ramah’. hingga suatu saat mungkin proyek besar itu tiba. Siapa yang mau ikut terlibat?
Rizki Lesus
Jurnalis tabloid Al Hikmah