Kita sering mendengar istilah menggenapkan separuh din. Istilah yang kadang terdengar sensitif untuk beberapa orang. Padahal sebenarnya hal ini tidak perlu dipikir berat. Sebab Allah sudah menjanjikan bahwa rejeki setiap orang tidak akan pernah tertukar dengan orang lain. Bukankah menggenapkan separuh din juga merupakan rejeki
Kebanyan kita hanya fokus pada sisi penggenapan separuh din, padahal ada hal yang tidak kalah pentingnya dari itu, yaitu penyempurnaan separuh din. Ketika separuh din itu belum genap, maka ada separuh lain yang kini menjadi amanah kita. Separuh din ini yang seharusnya kita syukuri dengan beragam ibadah sebagai wujud syukur kepada Allah.
Banyak orang yang galau tidak jelas hanya karena masih ‘sorangan wae’, hingga akhirnya lupa ada separuh din yang harus disempurnakan. Fokus dengan apa yang belum ditangan dan belum Allah takdirkan dan melupakan hal utama yang tak kunjung dibenahi.
Menikah memang ibadah, namun bagaimana kalau Allah masih ingin kita terus memperbaiki diri? Ada banyak amanah ummat yang tidak boleh kita kesampingkan hanya karena ‘galau’. Amanah dakwah yang tak kunjung selesai hingga akhir hayat.
Sayangnya banyak dari ummat ini yang lantas sibuk menyiapkan diri agar bisa segera menggenapkan din lantas lupa akan amanah dakwah. Parahnya lagi, diantara mereka ada yang memilih untuk melonggarkan apa-apa yang Allah gariskan. Misalnya, menjadi lebih terbuka kepada lawan jenis. Mudah khalwat dan ikhtilat yang salah satu tujuannya adalah ‘melebarkan sayap’.
Kepadamu yang masih separuh,
Allah punya banyak rencana baik untuk masing-masing ummatnya. Tugas kita adalah tetap menjadi baik agar layak mendapatkan surganya. Amanah dakwah tidak menunggu urusan hidup kita selesai. Dia terus bergulir mengikuti waktu. Bila kita lalai dan melepaskannya, Allah akan siapkan orang lain untuk mengganti kita.
Ini bukan perkara siap lebih dulu siapa. Namun siapa yang lebih bisa melihat peluang kebaikan yang Allah berikan kepada dirinya. Siapa yang lebih sadar akan posisi dan manfaat dirinya untuk ummat. Bukan hanya melulu ‘protes’ akan apa-apa yang belum kunjung Allah gariskan.
Ilmu islam begitu luas dan dalam. Apa yang kita pahami sekarang hanya sepersekian dari ilmu yang ada. Dari pada sibuk ‘protes’ dengan takdir Allah, bukankah lebih baik mengisi kekosongan otak agar tidak berkarat.
Menyiapkan diri untuk takdir Allah itu penting, namun itu tidak boleh membuat kita abai akan ikhtiar untuk menyempurnakan din yang sudah diamanahkan kepada kita saat ini. Ada kebutuhan ummat yang harus segera kita penuhi. Ada beragam ilmu yang harus segera kita pahami.
Semoga tulisan ini bermafaat. Wallahu’alam.