Mewariskan Kebahagiaan dan Keberuntungan

Apakah Anda termasuk orang yang beruntung? Atau apakah Anda pernah menemui orang yang di dalam  hidupnya selalu terlihat diliputi dalam berbagai keberuntungan dan kenikmatan? Sebagian dari kita pasti pernah bertemu dengan orang yang demikian, atau Andalah orang yang beruntung itu. Apapun itu, sebuah kisah dibawah ini semoga dapat menjadi ibroh bagi kita.

Seorang teman tinggal di salah satu pelosok desa di Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta.  Ia adalah sosok yang cerdas dan pandai dalam bergaul. Hidupnya senantiasa diliputi dalam kebagiaan dan keberuntungan, setidaknya itu menurut saya dan teman-teman. Ia pernah mendapatkan kesempatan untuk menjadi siswa pertukaran pelajar ke Amerika saat masih SMA. Ia juga mendapat beasisiwa pada sebuah Sekolah Tinggi bonafit di Bandung, dan ia menyelesaikan pendidikannya itu dalam waktu yang cukup singkat. Saat ia masih menjadi mahasisiwa pun, ia sudah memulai berwirausaha dan omsetnya pernah mencapai ratusan juta dalam satu bulan, prestasi yang jarang di miliki oleh orang-orang seusianya.

Suatu saat saya dengan beberapa orang teman berkesempatan untuk bersilaturahim dan menginap di rumahnya. Tidak ada hal yang istimewa dalam keluarga ini, selain adanya nuansa religius yang kental di dalam keluarga ini. Keluarga ini memiliki sebuah mushola yang berada di samping rumah mereka. Mushola ini mereka bangun dengan dana keluarga pribadi, mereka niatkan untuk di jadikan sebagai mushola bagi warga di desanya. Saat maghrib tiba, beberapa warga dan belasan anak-anak kecil mendatangi mushola kecil itu untuk melaksanakan sholat magrib. Terasa sekali antusiasme mereka untuk mendatangi sholat maghrib berjamaah itu. Saat sholat maghrib selesai warga sekitar kembali ke rumah masing-masing, tapi tidak pada anak-anak itu. Mereka mengambil Al-Qur’an dan beberapa Iqro’ dan mulai duduk dengan rapi. Di awali dengan muraja’ah (mengulang hafalan) Surat Yasin hingga selesai. Seusai muraja’ah, ayah, ibu dan adik dari teman saya tadi mengajari mereka membaca Iqro’ atau menyimak bacaan Al Qur’an anak-anak itu. Kegiatan seperti itu ternyata sudah dilakukan keluarga itu sejak lama.

Pemandangan diatas mungkin di anggap sebagai hal yang wajar dan umum terjadi, terlebih di daerah yang masih jauh dari perkotaan dan masih menjaga nilai-nilai religius dengan baik. Bukan pada kegiatan itu saja dapat kita ambil pelajaran, tetapi pada hal yang terjadi sesudahnya, bahkan jauh sesudahnya. Sebuah warisan kebahagiaan dan kebaikan untuk generasi setelahnya. Beberapa teman  yang terlihat selalu dilingkupi kebahagiaaan atau keberuntungan pasti terdapat orang tua yang luar biasa di belakang mereka. Orang tua yang selalu berbuat kebaikan dan senantiasa mendoakan anak-anaknya. Kebaikan berupa sedekah yang rutin kepada anak yatim, kebaikan berupa mengajar anak-anak untuk membaca Al Qur’an, apapun kebaikan itu mereka lakukan untuk membahagiakan orang lain dengan penuh keikhlasan. Dan mereka pun bahagia melakukan kebaikan itu.

Umar bin Abdul Aziz, cucu dari khalifah Umar Bin Khattab adalah salah satu contoh orang yang mewarisi kebahagiaan dan kebaikan dari generasi pendahulunya. Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang hanya menduduki jabatannya dalam waktu kurang lebih dua tahun, namun kita mengetahui betapa adil dan bijaknya beliau. Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang di lahirkan dari orang tua yang baik. Ibunya adalah seorang wanita yang jujur. Ia adalah sosok yang tidak mau mencampurkan air dengan susu yang diperintahkan oleh ibunya, karena ia sadar bahwa Allah Maha Melihat. Maka karena kejujurannya itu Kholifa Umar Bin Khattab meminta anaknya, untuk melamar gadis tersebut. Sejarah telah mencatat kebaikan dari generasi sebelumnya akan terwariskan oleh generasi setelahnya.

Hal jazaa ul ikhsan, illal ikhsan. Tidak ada balasan sebuah kebaikan kecuali sebuah kebaikan. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita, itu adalah sebuah keniscayan yang mutlak terjadi, karena itu adalah janji Allah swt. Kebaikan yang kita lakukan akan kembali ke kita, namun balasan itu bisa langsung maupun tidak langsung. Tidak langsung, karena kebaikan itu akan Allah berikan kepada anak atau cucu kita. Itulah yang sudah terjadi pada kisah di atas.

Pengalaman dari seorang sahabat dari pulau seberang telah menguatkan keyakinan ini. Suatu saat ia mentraktir temannya yang belum dikirimi uang bulanan oleh keluarganya.  Pada saat yang bersamaan keluarga yang ada di kampungnya ternyata sedang butuh bantuan financial dan subhanallah, ada saja cara Allah untuk membantu kerluarga sahabat tadi. Kebaikan itu terbayar kontan. Sungguh sebuah kebaikan akan berbuah kebaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Baik saat ini ataupun pada waktu yang akan datang. Sungguh hal-hal seperti diatas sering terjadi di sekitar kita, namun kebanyakan manusia tidak menyadarinya. Sadar atau pun tidak jangan pernah bosan untuk berbuat kebaikan, sekecil apapun itu. Semoga Alloh berkenan mewariskan kebahagiaan pada anak dan cucu kita. Insyaallah.