Umrah boleh dilakukan kapan saja sepanjang tahun, baik pada musim haji, maupun pada waktu lainnya, lebih ditekankan lagi pada bulan Ramadhan, karena pahalanya seperti pahala haji bersama Nabi Muhammad. Sebagaimana dalam hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ لَمَّا رَجَعَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ حَجَّتِهِ قَالَ لأُمِّ سِنَانٍ الأَنْصَارِيَّةِ رضي الله عنها: َإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى
“Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma bercerita, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pulang dari hajinya, beliau berkata kepada Ummu Sinan Al Anshariyyah: “Sesungguhnya berumrah di bulan Ramadhan senilai haji bersamaku”. (HR. Muslim)
Begitu juga dianjurkan untuk melakukan umrah pada musim haji, karena Nabi melakukannya.
Dan dibolehkan mengulangi ibadah umrah, seperti yang pernah dilakukan oleh Aisyah ketika melakukan umrah dua kali pada bulan Dzulhijjah, dan hal itu dilakukan oleh beberapa sahabat juga.
Barang siapa yang hendak melaksanakan ibadah haji, hendaknya dia berniat ihram sesudah bulan Syawal, hal ini berdasarkan firman Allah :
الْحَجُّ أَشْهُرُ مَّعْلُومَاتُ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang-siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan menger-jakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (QS. Al-Baqarah: 197)
Maksud dari bulan-bulan haji adalah Syawal, Dulqa’dah dan Dzulhijjah, demikianlah yang ditafsirkan oleh Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas. Jika dia berniat ihram untuk haji sebelum bulan Syawal, maka hal itu tidak dianjurkan, akan tetapi hajinya tetap sah.