Beberapa hari lagi bulan puasa akan tiba, dan banyak di antara teman-teman saya yang Muslim yang saling berkirim SMS mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa dan mohon maaf lahir batin sebelum puasa tiba. Sebenarnya apakah ada tuntunannya oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam akan hal tersebut? Dan apakah ada tuntunannya juga untuk mengucapkan mohon maaf lahir batin pada hari raya Idul Fitri seperti yang biasa kita lakukan? Apakah ini hanya sekedar tradisi saja? Mohon penjelasan pak Ustadz tentang hal tersebut.
Terima kasih banyak sebelumnya atas penjelasan Pak Ustadz.
Jawaban
Kalau yang diminta adalah dalil yang sharih dan eksplisit tentang perintah atau anjuran untuk saling bermaafan menjelang bulan Ramadhan, sudah pasti tidak ada.
Oleh karena itulah ada sebagian kalangan dari umat ini yang langsung mencap fenomena itu sebagai bid’ah. Sebab dalam pandangan mereka, pengertian bid’ah adalah sebatas tidak adanya dalil eksplisit atas suatu masalah yang berkembang di tengah masyarakat.
Pendapat seperti ini tidak bisa disalahkan, lantaran memang ada versi pengertian tentang bid’ah yang sesempit itu. Walau pun sebenarnya versi pengertian bid’ah itu sangat banyak.
Anjuran Saling Meminta Maaf dan Memaafkan Secara Umum
Sebenarnya meminta maaf dan memberi maaf kepada orang lain adalah pekerjaan yang sangat dianjurkan dalam agama. Semua ulama sepakat akan hal ini, termasuk yang membid’ahkannya bila dilakukan menjelang Ramadhan atau di hari Raya Fithri.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS Al-A’raf: 199)
Maka maafkanlah dengan cara yang baik. (QS Al-Hijr: 85)
Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya, “Rasailah azab yang membakar ini.” (QS An-Nuur: 22)
Orang-orang yang menafkahkan, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS Ali Imran: 134)
Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (QS Asy-Syura: 43)
Even untuk Saling Memaafkan
Secara umum saling bermaafan itu dilakukan kapan saja, tidak harus menunggu even Ramadhan atau Idul Fithri. Karena memang tidak ada hadits atau atsar yang menunjukkan ke arah sana.
Namun kalau kita mau telusuri lebih jauh, mengapa sampai muncul trend demikian, salah satu analisanya adalah bahwa bulan Ramadhan itu adalah bulan pencucian dosa. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang hal itu.
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Siapa yang menegakkan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka Allah telah mengampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah menjanjikan pengampunan dosa, maka tinggal memikirkan bagaimana meminta maaf kepada sesama manusia. Sebab dosa yang bersifat langsung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti diampuni sesuai janji Allah Subhanahu wa Ta’ala, tapi bagaimana dengan dosa kepada sesama manusia?
Jangankan orang yang menjalankan Ramadhan, bahkan mereka yang mati syahid sekalipun, kalau masih ada sangkutan dosa kepada orang lain, tetap belum bisa masuk surga. Oleh karena itu, biar bisa dipastikan semua dosa terampuni, maka selain minta ampun kepada Allah di bulan Ramadhan, juga meminta maaf kepada sesama manusia, agar bisa lebih lengkap. Demikian latar belakangnya.
Maka meski tidak ada dalil khusus yang menunjukkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan saling bermafaan menjelang Ramadhan, tetapi tidak ada salahnya bila setiap orang melakukannya. Memang seharusnya bukan hanya pada momentum Ramadhan saja, sebab meminta maaf itu dilakukan kapan saja dan kepada siapa saja.
Idealnya yang dilakukan bukan sekedar berbasa-basi minta maaf atau memaafkan, tetapi juga menyelesaikan semua urusan. Seperti hutang-hutang dan lainnya. Agar ketika memasuki Ramadhan, kita sudah bersih dari segala sangkutan kepada sesama manusia.
Beramaafan boleh dilakukan kapan saja, menjelang Ramadhan, sesudahnya atau pun di luar bulan itu. Dan rasanya tidak perlu kita sampai mengeluarkan vonis bid’ah bila ada fenomena demikian, hanya lantaran tidak ada dalil yang bersifat eksplisit.
Sebab kalau semua harus demikian, maka hidup kita ini akan selalu dibatasi dengan beragam bid’ah. Bukankah ceramah tarawih, ceramah shubuh, ceramah dzhuhur, ceramah menjelang berbuka puasa, bahkan kepanitiaan i’tikaf Ramadhan, pesantren kilat Ramadhan, undangan berbuka puasa bersama, semuanya pun tidak ada dalilnya yang bersifat eksplisit?
Lalu apakah kita akan mengatakan bahwa semua orang yang melakukan kegiatan itu sebagai ahli bid’ah dan calon penghuni neraka? Kenapa jadi mudah sekali membuat vonis masuk neraka?
Apakah semua kegiatan itu dianggap sebagai sebuah penyimpangan esensial dari ajaran Islam? Hanya lantaran dianggap tidak sesuai dengan apa terjadi di masa nabi?
Kita umat Islam tetap bisa membedakan mana ibadah mahdhah yang esensial, dan mana yang merupakan kegiatan yang bersifat teknis non formal. Semua yang disebutkan di atas itu hanya semata kegiatan untuk memanfaatkan momentum Ramadhan agar lebih berarti. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan niat untuk merusak dan menambahi masalah agama.
Namun kita tetap menghormati kecenderungan saudara-saudara kita yang gigih mempertahankan umat dari ancaman dan bahaya bid’ah. Insya Allah niat baik mereka baik dan luhur.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.