Dalam Uqud Al-Lujjain Bi Bayan Huquq Az-Zaujain, Syaikh Nawawi Al Bantani berkata, “Ketahuilah, di zaman sekarang ini banyak wanita yang menampakkan perhiasannya. Mereka berhias diri dan bersolek serta memperlihatkan kecantikannya kepada para lelaki. Mereka hampir tidak memiliki rasa malu. Mereka berjalan di tengah sekumpulan laki-laki. Itulah yang disebut tabarruj, sebagaimana yang dikatakan Mujahid.”
“Wanita-wanita sekarang berjalan dengan bergaya lenggak lenggok, seperti yang dikemukakan Imam Mujahid dan Qatadah ketika menjelaskan pengertian tabarruj. Mereka secara terang-terangan berjalan di hadapan para laki-laki di pasar dan masjid, di tengah barisan shalat, terutama di siang hari. Di malam hari mereka mendekati tempat-tempat yang terang agar dapat menampakkan perhiasan pada banyak orang.”
Kemudian Syaikh berkata, “Wanita itu sebaiknya tidak keluar jika tidak ada keperluan yang amat penting. Jika ia keluar, sebaiknya memejamkan pandangannya terhadap laki-laki. Kami tidak mengatakan kalau muka laki-laki berstatus aurat bagi wanita, sebagaimana wajah wanita (aurat) bagi laki-laki. Akan tetapi wajah laki-laki bagi wanita bagaikan wajah anak kecil (amrad) yang tampan. Apabila tidak menimbulkan fitnah, maka tidak haram…”
“Sebaiknya, wanita benar-benar harus dijaga, utamanya pada zaman sekarang ini. Jangan sampai sembarang menjaga wanita. Suami hendaknya melarang isterinya keluar rumah, kecuali di waktu malam bersama mahramnya yang senasab atau lainnya, atau bersama wanita lain yang dapat dipercaya sekalipun wanita sahaya. Jadi, tidak cukup dengan budak, kalau tidak disertai wanita lain yang terpercaya.”
“Wanita tidak boleh keluar dari batas desa atau kota sekalipun bersama wanita banyak yang terpercaya atau mendapat izin suami. Namun suaminya harus ikut keluar, atau wanita itu disertai mahramnya. Oleh karena itu apa yang terjadi di zaman ini berupa keluarnya wanita di luar batas desa atau kota termasuk dosa besar yang wajib dicegah. Mereka harus dilarang keluar rumah.”
“Pada zaman sekarang ini, jika ada wanita yang keluar rumahnya, maka muncullah lelaki yang mengedipkan matanya sebagai kode, ada juga lelaki yang menyentuhnya dengan ujung-ujung jari, lalu ada lelaki yang berkata kotor yang tidak diridhai orang yang memiliki agama serta dibenci wanita shalehah.”
“Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar mengatakan dalam Az-Zawajir fi Iqtirah Al-Kabair: Jika wanita terpaksa harus keluar rumah, semisal mengunjungi orangtuanya, maka ia diperbolehkan jika mendapat izin dari suaminya sepanjang tidak menampakkan perhiasannya kepada lelaki lain (baca: asing, bukan mahram) dan tidak berbusana bagus, memejamkan matanya ketika berjalan, dan tidak boleh memandang ke kanan dan ke kiri. Jika tidak demikian, maka ia termasuk wanita yang mendurhakai Allah, Rasul-Nya, dan suaminya.’”
Dalam Nihayah Az-Zain (hlm. 58), Syaikh menjelaskan aurat wanita. Katanya, “Wanita memiliki 4 aurat, yaitu:
Pertama, seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangan dalam maupun luar. Itulah auratnya dalam shalat. Karenanya, mereka wajib menutupnya dalam shalat, meski kedua lengan, rambut, dan kedua telapak kaki.
Kedua, antara pusar hingga lutut adalah auratnya ketika dalam keadaan sendiri, di sisi laki-laki semahram, serta di sisi wanita mukminah.
Ketiga, seluruh badannya kecuali yang nampak saat bekerja keseharian. Itulah auratnya di hadapan wanita kafir.
Keempat, seluruh tubuhnya sampai pun kukunya. Itulah auratnya di hadapan lelaki asing (bukan mahram).
Sebab itu, bagi laki-laki diharamkan melihat sekecil apa pun dari itu semua. Bagi wanita wajib menutupinya dari laki-laki. Dan bagi kalangan remaja, hukumnya seperti laki-laki dewasa. Walinya wajib melarangnya memandang kepada wanita bukan mahram dan wanita wajib menutup diri dari kalangan remaja. Dan hukum yang semisal dengan wanita ialah anak kecil yang wajahnya tampan, khuntsa (orang yang kelaminnya masih dalam kemungkinan, apakah laki-laki atau wanita) statusnya seperti wanita dalam permasalhan-permasalahan yang telah diterangkan di atas.”
Nasehat di atas kiranya dapat dicerna dan diterima dengan lapang dada. Karena memang di zaman yang penuh dengan fitnah ini sudah sepantasnya bagi wanita untuk tidak mengumbar auratnya serta selalu mengenakan cadar jika keluar. Meski hukum asal wanita keluar rumah adalah haram, namun dalam keadaan terpaksa dan mendesak bisa berubah boleh selama memenuhi rambu-rambu syariat.
Nabi –shallalahu „alaihi wa sallam– pernah berkata, “Sepeninggalanku tidak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki selain fitnahnya wanita.”
Beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam– juga bersabda, “Wanita itu seluruhnya aurat. Jika ia keluar rumah, setan bergegas mendekatinya.”
Untuk lebih jelasnya, penulis persilakan pembaca menelaah Hirasah Al-Fadhilah karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid –rahimahullah-. Dalam kitab ini penulisnya telah berusaha menjabarkan panjang-lebar terkait kehormatan wanita yang wajib dipelihara. Jazahullah ‘anil Islam khaira.
Yang sangat disayangkan ialah, meski kitab ‘Uqud Al-Lujjain dan kitab-kitab lainnya yang ditulis Syaikh Nawawi banyak dikaji, terutama di pesantren tradisional, sedikit kita jumpai atau bahkan sama sekali tidak ada yang mempraktekkan dalam dunia nyata. Yang ada justru penolakkan dan pembelotan. Yang mana tidak sedikit dari kalangan mereka yang beramai-ramai malah melempar tuduhan teroris dan kaum garis keras kepada Ahlussunnah wal Jama‟ah yang banyak mempraktekkan syariat cadar ini.
Hanya kepada Allah kami mengadu segala permasalahan. Semoga shalawat beriringan salam tetap tercurahkan pada junjungan Nabi Muhammad, keluarga, shahabat, dan siapa saja yang dengan setia mengikuti ajaran-ajaran Islam secara benar.
Firman Hidayat