Jatuh Cinta Pada Palestina

Mungkin Anda akan bosan ketika saya membicarakan Palestina. Biarlah! Kali ini saya hanya akan menyampaikan sebuah fakta tentang Palestina yang pantang menyerah, Israel yang kurang ajar dan Indonesia yang memalukan. Maaf! Kalimat saya agak kasar. Jangan kemudian Anda tersinggung ketika saya berkata, “Indonesia yang memalukan.” Kalimat itu hanya fakta. Jika Anda menanyakan nasionalisme yang ada pada diri saya, maka silahkan lukai tubuh saya! Niscaya Anda akan mendapati: Merah darahku, Putih Tulangku. Dan merah putih adalah bendera kebangsaan, Aku Cinta Indonesia.

Yang saya maksud dengan Indonesia yang memalukan adalah mereka yang memang tidak tahu diri atau mereka yang memang tidak mau tahu. Tanya saja kepada mereka yang berdasi, duduk di ruangan berpendingin dan busung perutnya lantaran memakan uang rakyat. Saya yakin, Anda pasti mengenalnya.

Anda pasti sering mendengarkan kalimat ini, “Ngapain repot membantu Palestina? Ngurus Indonesia saja tidak becus? Masih banyak pengangguran, kemiskinan merajalela dan aneka ketimpangan lainnya?” Pernah, kan? Atau saya curiga, jangan-jangan Andalah salah satu orang yang sempat  berpikiran sepicik itu atau barangkali pernah mengucapkannya? Jika ‘Ya’, teruskan baca tulisan ini, dan bertaubatlah dari apa yang Anda ucapkan. Jika ‘tidak’, lanjutkan saja membaca, semoga ada ilmu yang bisa Anda dapatkan.

Palestina adalah negeri suci. Ia adalah simbol Islam lantaran di dalamnya ada masjid Al Aqsha. Masjid yang menjadi saksi peristiwa Isra’ Mi’raj, masjid yang merupakan kiblat pertama umat Islam, dan masjid yang diberi pahala berlipat ganda manakala kita sholat di dalamnya dan  masjid yang keberkahannya terekam jelas dalam Al Qur’an Surah Al Isra’ ayat Pertama.

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia   adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Israel Ilegal

Israel adalah negara tidak sah. Ia yang awalnya ditumpangi oleh Palestina, kini malah mengusir dan membunuhi tuan rumah. Warga Palestina yang sejatinya pemilik resmi tanah suci itu diusir paksa. Ancamannya mengerikan, “Pergi atau mati!” Apa yang Anda lakukan jika hal itu terjadi pada kita dan Indonesia? Sebagai orang yang ‘waras’, Anda pasti akan melawan, bukan?  Dan hal itulah yang pernah kita alami saat Belanda, Jepang dan Portugis menjajah negeri kita. Ketika dulu kita menggunakan Bambu Runcing, maka kini , Palestina hanya menggunakan batu. Tolong camkan, batu!

Israel tidak sendiri. Kalau sendiri berarti mereka jantan. Ia mengajak banyak teman. Bosnya adalah negri Paman Sam. Tercatat, negeri itu membantu sekitar 620 juta Dolar AS pertahun untuk membiayai perang Israel melawan Palestina. Belum lagi dengan bantuan senjata yang dijual murah, kekuatan diplomasi via PBB dan seterusnya. Termasuk juga melalui penjualan-penjualan produk yahudi yang melonjak drastis di seluruh dunia, termasuk di negeri kita juga.

Mungkin, kita tidak menyadari, bahwa ada sebagian uang kita yang mengalir ke kantong Israel melalui pembelanjaan beberapa barang yang memang mensponsori mereka.

Bukan main peran yang dilakukan oleh Israel dalam upaya memusnahkan segala yang bermerk Palestina. Dalihnya adalah pejuang militan Palestina yang mereka labeli dengan teroris. Dari sana, mereka kemudian menembaki anak-anak, para pemuda, ibu hamil juga orang-orang jompo yang tidak berdosa. Bahkan, cara yang mereka lakukan tak kalah bejatnya.

Ada yang diberondong dengan peluru ketika shalat berjama’ah di masjid, pengantin baru yang dieprkosa di depan suaminya kemudian dihabisi, ada pula pembantaian massal ketika mereka mengungsi, sampai penggunaan amunisi-amunisi terlarang saat mereka melancarkan serangan ke pemukiman penduduk di jalur gaza. Sebut saja bom fosfor, misalnya.

Tak berhenti sampai di situ. Mereka juga memboikot tanah Palestina dari dunia luar. Listrik mati, air diracuni, udarapun tak lagi segar lantaran pencemaran bahan-bahan kimia yang terkandung dalam senjata yang digunakan Israel. Obat-obatanpun tak mereka dapati, kecuali hanya sedikit saja.

Itulah sedikit gambaran yang ditimpakan oleh Israel lantaran menuruti bisikan nafu bejatnya..

Lantas , bagaimana Palestina atas perlakuan biadab itu?

Fasilitas fisik di negeri itu memang hancur lebur. Mulai rumah sakit, sekolah, hingga gedung pemerintahan dan tempat ibadah. Namun, itu semua tidak menjadikan mereka menyerah atau mengeluh. Yang ada adalah semangat jihad yang semakin meninggi. Mereka tidak pernah gentar untuk mati sebagai syuahda’. Mereka rela menumpahkan darah untuk membela Negara, kehormatan dan agama mereka. bahkan, ibu-ibu Palestina dengan sukarela menyerahkan anaknya untuk dididik menjadi mujahid, pejuang kalimat Allah di bumi para nabi itu.

Tidak berhenti sampai urusan ‘perut’ Palestina an sich, kita dibuat terkagum-kagum saat mendapati sebuah fakta ‘aneh’ terkait Palestina.

Berdasarkan pengakuan seoran ustadz yang pernah ke Palestina, beliau menuturkan, “Saya tidak sekalipun mendapati ada pengemis di sana. Sedangkan di negeri kita, di sana sini banyak pengemis.” Mungkin anda akan menjawab enteng, “Kalau ngemis di Palestina, siapa yang mau ngasih?” Memalukan jika anda bedalih seperti itu.

Ustadz yang lain pernah bertutur. Masih ingat kejadian gmpa Wasior dan Merapi, Jogja meletus? Ketika itu, salah satu ustadz dari Sahabat Al Aqsha sedang berada di Damaskus. Beliau ditelpon oleh salah satu pemimpin Pergerakan di Palestina. Dari ujung suara, pemimpin pergerakan itu berkata, “Ustadz, segera ke kantor saya. Ada hal penting yang ingin kami bicarakan.”

Sesampainya di kantor, sang ustadz diminta oleh sang pemimpin untuk menceritakan ihwal gempa dan merapi meletus yang tersiar kabarnya sampai ke Palestina itu. Setelah ustadz selesai bercerita, sang pemimpin menyodorkan uang tunai senilai 2000 dolar. Kata pemimpin itu, “Terimalah ini, tanda cinta kami untuk saudara-saudara di Indonesia yang sedang diberi ujian cinta dari Allah. Seribu dolar untuk Wasior, Seribu dollar untuk Jogja.”

Sang ustadz tertunduk haru, air matanya digenangi butiran lembut yang bening. Beliau berucap, “Jazakumullah ahsanal jaza’ ustadz, tapi apakah kami pantas menerima sumbangan dari antum? Sementara antum dan saudara-saudara di Palestina sedang mengalami krisis seperti ini?” Dengan tidak menurangi senyum, sang pemimpin berkata lembut, “Tak apa ustadz, jangan sungkan. Kami adalah saudara antum. Ketika kami susah, rakyat Indonesia membela kami dengan aksi dan kerja nyata. Sekarang kalian tengah diberi musibah, jadi kami memang terpanggil untuk memberi. Meski sedikit, setidaknya itulah bukti cinta kami. Bukankah sesama saudara mukmin seperti satu tubuh?”

Jawaban dari sang pemimpin itu membuat ustadz tidak bisa lagi menolak. Dan dibawalah 2000 dollar itu ke Indonesia. Palestina yang sedang dijajah itu, memberikan sumbangannya untuk Indonesia yang sudah merdeka. Dan dalam waktu berlainan, ketika ada sebagian kaum muslimin yang mencoba membantu Palestina, meski sedikit dan tak seberapa, ada saja orang Indonesia yang berkata santai, bahkan meremehkan, “Ngapain repot ngurusin Palestina?” Na’udzubillah..

Selesaikah cerita keheroikan Palestina itu? Belum!

Kita tentu masih ingat dengan krisis pangan yang terjadi di Somalia. Sebuah Negara muslim yang terletak di benua hitam, Afrika. Ada sebagian dari kita yang peduli, meski terbatas pada mengetahui informasi. Tanpa aksi nyata. Masih dari ustadz yang sama, kebetulan beliau adalah salah satu aktor Media Islam di negeri ini. Beliau mengisahkan tentang Palestina kembali.

Ketika itu, Sang ustadz mendapatkan kabar dari Gaza. Ketika mendengar bahwa di Somalia tengah terjadi krisis, serta merta pergerakan Islam dan warga Palestina langsung menyiapkan bantuan. Mereka mengirimkan beberapa dokter dan bahan makanan serta aneka perhiasan yang mereka miliki. Bahkan, berita ini sempat menjadi headline berita di berbagai penjuru dunia, karena bantuan dari Palestina ke Somalia merupakan bantuan yang lebih dulu tiba dibanding bantuan dari Negera lain. Dan ketika itu, sama seperti ketika mereka membantu Jogja dan Wasior, Palestina tengah dihajar oleh Israel.

Hebat bukan? Ketika nyawa mereka di ujung tanduk sekalipun, masih sempat mengumpulkan bantuan untuk sesama muslim. Ketika ditanya, jawaban mereka tak berubah, “Bukankah sesama muslim itu seperti satu tubuh? Jika di Somalia mereka tengah kelaparan, maka kita berkewajiban untuk membantu, sesuai jangkaun tangan kita.” Subhanallahi Wal hamdulillah.

Dan hingga tulisan ini dibuat, Palestina yang kita cintai masih dijajah. Pertanyaannya : Masihkah kita mengingat mereka? Masihkah kita menyisihkan utnuk mereka barang beberapa rupiah dari kemelimpahan materi yang kita miliki? Paling tidak, masihkah kita mengingat mereka dalam doa-doa panjang kita? Atau, jangan-jangan, kita menjadi bagian dari orang (maaf) ‘sok tahu’ yang berkata santai, “Tak usahlah repot mengurusi Palestina. Urus saja masalah di negeri ini.” Jika itu yang terjadi, nampaknya kita mesti memeriksa kadar keimanan kita. Jangan-jangan, iman kita sudah pergi bersama luruhnya empati kita terhadap sesama mukmin. Naudzubillah.

Palestina,
Sungguh!
Kami cemburu padamu!

Palestina,
Doakan kami menjadi setegar dirimu.

Palestina,
Kami ada bersamamu.