Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah:84-85, “Dan ingatlah ketika Kami mengambil janjimu bahwa kamu tidak akan menumpahkan darahmu dan tidak akan mengusir dirimu dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar dan kamu pun menyaksikannya. Kemudian kamu sendirilah yang membunuh dirimu dan mengusir segolongan dari padamu dari kampung halamannya. Kamu bantu membantu berbuat dosa dan permusuhan terhadap mereka. Dan jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan kamu tebus mereka, padahal pengusiran terhadap mereka itu terlarang bagimu. Maka apakah kamu beriman kepada sebagian yang lain? Maka tidak ada balasan orang yang berbuat demikian di antaramu, selain kehinaan dalam hidup di dunia ini dan pada hari Kiamat mereka akan dimasukkan ke dalam siksa yang amat berat. Dan Allah Maha tiada lalai dari perbuatan.”
Bangsa Yahudi pada zaman Nabi Musa telah menerima perjanjian dari Allah, yang isinya, “Kamu tidak boleh saling menumpahkan darah dan mengusir sesamamu dari kampung halaman dan tanah air kamu sendiri.”
Perjanjian ini turun-temurun dipesankan oleh bangsa Yahudi kepada anak keturunannya dan telah menjadi bagian dari ajaran Taurat. Perjanjian ini diakui oleh keturunan Bangsa Yahudi sepanjang zaman walaupun bangsa Yahudi yang hidup di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tetapi ternyata Bangsa Yahudi melanggar isi perjanjian tersebut, di antaranya terjadi pada Bangsa Yahudi yang tinggal di Jazirah Arab.
Di antara contoh kejadian itu ialah suku Yahudi Bani Qauniqa’ karena bersekutu dengan suku Aus dari penduduk Madinah bermusuhan dengan saudara mereka seagama, yaitu suku Yahudi Bani Quraidhah, begitu pula suku Yahudi Bani Nadzir, sekutu suku Khazraj. Suku Aus dan Khazraj ini sebelum Islam, terlibat dalam permusuhan saling membunuh yang melibatkan pula sekutu-sekutu mereka. Dalam riwayat disebutkan bahwa setiap suku Yahudi membantu suku Bangsa Arab dan orang Yahudi yang menjadi sekutunya berperang melawan suku Bangsa Arab lainnya yang juga bersekutu dengan suku Bangsa Yahudi yang lain.
Konon, jika sebagian Bangsa Arab dan orang Yahudi yang menjadi aliansinya menawan orang-orang Yahudi yang menjadi musuh mereka, dan mereka menyetujui untuk menerima tebusan tawanan itu, maka setiap golongan Bangsa Yahudi menebus putra-putra sebangsanya meski mereka menjadi musuhnya.
Kemudian mereka membuat-buat alasan bahwa Kitab Taurat menyuruhnya menebus tawanan bangsa yang terpilih ini. Jika memang mereka benar-benar percaya kepada apa yang dikatakannya itu, kenapa mereka memerangi dan mengusir mereka dari kampung halamannya? Padahal Taurat melarang perbuatan tersebut. Bukankah perbuatan seperti itu berarti penghinaan dan mempermainkan agama? Kedurhakaan Bangsa Yahudi semacam itu oleh Allah ditegur dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengejek dan menghina tingkah laku mereka semacam itu.
Kepada mereka dilontarkan pertanyaan: “Apakah kamu melakukan perbuatan tersebut lantaran kamu hanya mau beriman kepada sebagian ajaran Taurat?”
Yang demikian itu karena di dalam Taurat telah diambil perjanjian dari Bani Israil, agar sebagian mereka tidak membunuh sebagian yang lain dan tidak mengusir sesama mereka dari kampung halamannya. Dan Allah telah berfirman: “Siapapun dari budak laki-laki atau perempuan Bangsa Israil yang kamu temui, maka belilah dan bebaskanlah dia.”
Akan tetapi justru membunuh dan mengusirnya dari kampung halamannya ini berarti mereka telah melanggar. Kemudian mereka tebus orang-orang Yahudi yang jadi tawanan guna menepati perintah Kitab Taurat. Perbuatan semacam ini tiada lain berarti bahwa Bangsa Yahudi hanya menerima sebagian dari ajaran Taurat dan mengingkari sebagian lainnya. Yaitu mereka mau menebus sesama orang Yahudi yang menjadi tawanan perang musuh, tetapi mereka tetap saling membunuh, padahal menurut ajaran Taurat perbuatan semacam ini dilarang.
Syaikh Musthafa Al Maraghi