Pasrah yang Benar

“Ya Allah, saya pasrah ya Allah… Tapi gimana ya, saya kalau terlalu berat begini saya nggak kuat ya Allah…”

Kita seringkali mendua. Pasrah, tapi ada tapinya. Tidak total. Maunya hati berpasrah pada ketentuan Allah, namun ada saja celah kita juga berharap dengan bantuan makhluk. Pesimis menghantui. Belum juga dijalani sudah bilang tidak kuat. Lalu, bagaimana supaya kita bisa pol berserah diri kepada Allah?

Misalnya, ada seseorang yang punya hutang. Kemudian dia panik, karena hutangnya sudah jatuh tempo. Usaha sudah kesana kemari cari pinjaman buat nutup lobang. Gali lobang tutup lobang istilahnya. Tapi usahanya tidak membuahkan hasil. Akhirnya dia pasrah. Mau diapain juga sama yang menagih dia pasrah.

Namun, dia lupa satu hal. Dia belum mengadu kepada Allah. Dia pasrahnya sama manusia, bukan ke Allah. Akhirnya benar apa yang dia pikirkan. Besoknya orang yang menagih tanpa ampun mengambil harta bendanya yang berharga untuk menutup hutangnya. Itu kalau pasrahnya sama manusia. Coba kalau pasrahnya ke Allah. Pasti beda hasilnya.

Jika dia pasrahnya benar, harusnya dia lari ke Allah dulu. Gelar sajadah, lalu shalat, berdoa, baca Al Qur’an, dan sedekah. Insya Allah, Allah akan menurunkan bala tentaranya untuk menolong kita. Bisa jadi orang yang menagih tetap datang esok hari, namun dengan wajah yang berbeda. Kita bilang baik-baik, kita bakalan bayar nanti. Karena suasana hati si penagih sudah “diademin” sama Allah, maka dia malah tersenyum dan bilang “Nggak papa. Udah, tenang aja… Kamu bayar kalau sudah ada duitnya,”

Ada sebuah kisah nyata yang dialami oleh seorang mahasiswa. Ceritanya dia mau lulus, mau wisuda. Dia sudah lulus ujian skripsi, akademiknya beres. Tapi satu hal, dia tidak punya uang untuk melunasi biaya kuliah. Dia “ngutang” sama kampusnya uang SPP beberapa semester. Lalu dia tempuh jalur pasrah. Untungnya pasrahnya benar, dia datang ke Allah dulu. Berdoa terus menjelang lulus. “Ya Allah, saya kepengen wisuda nih, semuanya udah beres ya Allah, duitnya yang belum ada. Tolong ya Allah, saya pengen banget orangtua saya dateng waktu wisuda.” Kebetulan mahasiswa ini memang membiayai kuliah sendiri, orangtuanya tidak menanggung biaya.

Alhamdulillah, setelah ke Allah ada jalan. Kepala bagian keuangan membolehkan dia ikut wisuda, dengan syarat ijazah tidak keluar. Ditahan dulu di kampus. Akhirnya dia bisa wisuda. Harapannya terkabul dengan modal pasrah yang benar, pasrah kepada Allah. Jika keyakinan kita pada Allah sudah pol, maka biar Allah yang mengatur yang terbaik untuk kita. Insya Allah.