Seorang Arab Badui datang menghadap panglima Qutaibah ibnul Muslim, penakluk wilayah As-Sind (India).
Badui itu datang untuk meminta kebutuhannya seraya menancapkan pedang di depannya. Ujung pedangnya melukai salah satu kaki Qutaibah, sementara si Badui tidak menyadarinya.
Si Badui itu terus saja berbicara hingga selesai, sementara Qutaibah menahan rasa sakit dengan kaki yang bercucuran darah.
Qutaibah ditanya seseorang, “Mengapa engkau tidak mengingatkan orang (Badui) itu?”
Qutaibah menjawab, “Saya tidak ingin memotong pembicaraannya. Saya khawatir ia menjadi takut sehingga ia tidak jadi menyampaikan hajatnya kepada kami.”
Sebuah pemahaman yang mendalam dan rasa tanggung jawab yang besar ditunjukkan oleh panglima yang mulia ini. Beliau bukan hanya seorang panglima tapi beliau juga seorang pendidik.
Lihatlah bagaimana beliau menghadapi kondisi seperti itu. Lihatlah alasan beliau tidak menyingkirkan pedang si Badui itu.
Beliau khawatir orang itu akan merasa takut atau malu dengan tingkahnya yang menyebabkan dia tidak bisa mengatakan hajatnya secara sempurna.
Beliau tidak menganggap perbuatan itu sebagai sikap tidak menghargainya sebagai sosok panglima.
Beliau menahan rasa sakit karena ingin menahan rasa takut rakyatnya terhadap dirinya. Beliau menyimak ucapan rakyatnya sambil menahan rasa sakit.
Bandingkan dengan para pemimpin kita yang sangat susah dijumpai oleh rakyatnya. Jika bertemu pun dia meninggalkan rakyatnya dengan janji-janji dan harapan kosong.
Inilah keteladanan dari seorang panglima yang beriman yang merupakan alumnus dari tarbiyah imaniyah yang agung ..
Ustadz Ibnu Hasan Ath Thabari