Pengalaman Saya Menonton ‘Film Hijab’

Sebenernya saya sudah tidak mau lagi menonton film-film garapan Mas Hanung Bramantyo dan keluarganya. Apalagi yang main satu keluarga. Banyak produksi film yang ada nama mas Hanung Bramantyo, saya kritisi krn isinya yang sarat akan gambaran miring dan sinis pada Islam. Kalau tidak percaya, ketik “mustofa nahrawardaya hanung” di Google, akan ketemu. Ini bentuk rasa sayang saya pada Mas HB.

Nah, sebagai Sutradara TOP, Mas Hanung Bramantyo adalah aset bangsa. Aset penting. Tapi kalau karya tangannya ternyata “melukai”, ya percuma.

Saya salut sama mbak Hanum Salsabiela Rais yang tanpa basa-basi berani mereview film Hijab melalui akun Facebook-nya. Jarang sekali ada yang begini. Kalau sesama pegiat film saling kritik, itu tanda akan ada perubahan yang baik. Tapi mestinya Zaskia Adya Mecca tidak perlu marah.

Saya sendiri sebenernya dapat undangan gratis nonton film Hijab di Pondok Indah Mall. Tapi saya lebih pilih nonton berbayar di Plaza Senayan. Kenapa?

Karena saya penasaran. Seberapa besar animo masyarakat dalam menonton film Hijab yang semula saya kira isinya tentang Hijab itu. Jadi sementara teman-teman ramai-ramai nonton dibayari, saya menuju ke Plaza Senayan bersama isteri dan staf saya. Bayar sendiri lebih ikhlas.

Nah, pada saat beli tiket, petugas tiketing melarang saya untuk mengambil foto kursi kosong yang tertera di komputernya. Padahal waktu itu saya ingin mengabadikan animo masyarakat dalam menonton film Hijab garapan sutradara Besar Indonesia, Mas Hanung Bramantyo.

Tapi setelah dipikir-pikir, ternyata percuma juga memotret. Ternyata hampir seluruh kursi kosong. Hanya kami bertiga yang beli tiket. Anehnya, ketika kami bertiga masuk studio, last minute, tiba-tiba ada rombongan sekitar 15 penonton yang memasuki studio. Belakangan saya baru “ngeh”, 15 penonton yang baru masuk ini ternyata dikomandani mbak Charissa Puteri, pemeran Film Hijab.

Ternyata selain kami bertiga, ada penonton lain yang (mungkin) digratisi sama Mbak Charissa Puteri. Jadinya kayak ramai gitu.

Saya juga tahu itu Mbak Charissa Puteri, ya karena setelah film Hijab selesai, kelimabelas penonton tersebut tepuk tangan dan foto-foto di depan layar. Narsis banget.

Di tengah aksi foto-foto itu saya lihat ada sosok perempuan yang wajahnya mirip di film Hijab tapi kini tak lagi pakai hijab, mbak Charissa Puteri. Wajahnya mirip banget ama di layar. Bedanya, kini Mbak Charissa Puteri tak lagi berhijab, dan kembali ke “selera asal” nya. Aneh aja sih.

Sejak detik pertama Film Hijab, saya selalu ingat isi SMS saya dengan Mbak Hanum Salsabiela Rais. Dimana sebelum nonton film itu, memang saya SMS-an dengan beliau. Isi SMS saya dengan Hanum hanya tanya jawab ingin memastikan apakah film garapan Mas Hanung Bramantyo masih sinis dan miring tentang Islam?

Dan… ternyata film terakhir Hanung Bramantyo pun BELUM berubah. Masih sealiran liberalnya dengan film-film kebanyakan beliau. Pantas saja, dalam postingan Mbak Hanum Salsabiela Rais di FB, suami beliau memilih keluar di tengah tayangan ketimbang nonton sampai akhir.

Menurut saya, memang film Hijab tidak cocok judulnya jika dilihat seluruh isi film. Isinya tak lebih dari kisah jual beli kerudung. Pesan yang saya tangkap, film Hijab juga hanya sekedar promosi gerai online milik Zaskia. Bukan promosi makna HIJAB itu sendiri.

Jika nonton film Hijab, jangan harap Anda akan tersentuh atau berurai airmata atau jadi ceria bahagia. TIDAK! Anda mungkin jadi jengkel! Selain banyak bualan tidak pantas yang diucapkan Muslimah dan para suami mereka, film Hijab juga terkesan asal-asalan.

Nyaris, tidak ada muatan dan manfaat dari sisi fiqh hijab, karena dalam Film Hijab, tidak ada namanya kisah “hidayah” dalam berhijab. Namanya juga kisah jual beli kerudung, maka judul film Hijab tidaklah pas. Apalagi, dari awal film, memang sisi negatif yang ditonjolkan.

Termasuk apa yang diperankan Charissa Puteri, tampaknya itu tidak lebih dari visualisasi curhatan Si Zaskia saja. Dimana, Charissa Puteri mengaku terpaksa terus memakai jilbab di tempat umum, karena terlanjur dikenal sebagai artis yang berkerudung.

Yang miris adalah, adanya kesengajaan memakai ikon etnis Arab dalam film Hijab, sebagai ikon kekakuan dalam berIslam di Indonesia. Seolah, orang-orang Arab itu digambarkan sebagai pengguna Syariat Islam yang tidak toleran, terlalu mengatur isteri, dan seterusnya.

Saya tak perlu panjang lebar menceritakan isi Film Hijab. Anda sudah paham, seperti apa “kebanyakan” film mas Hanung Bramantyo. Maka saya tidak kaget ketika setelah saya nonton film Hijab, secara kebetulan Mas Hanung Bramantyo memberi keterangan pers. Isinya cukup “menyentuh”. Hanung Bramantyo Kecewa karena film Hijab Sepi Penonton. pic.twitter.com/ED2EhKrz4l

Tak perlu saya jelaskan lebih lanjut kenapa film Hijab tidak diminati penonton, ya Mas Hanung Bramantyo sendiri sudah merasa dan mengakuinya. Lihat pengakuan Hanung Bramantyo yang memang saya rasakan: Judulnya Salah! Terlalu Syar’i judulnya, tak sesuai isi. pic.twitter.com/jDi4ebjpdb

Jadi, saya kira kalau film Hijab ditonton Muslimah-muslimah berhijab, malah tidak cocok. Pantasnya ditonton oleh calon pedagang kerudung. Apalagi, dalam sebuah scene di Film Hijab, ada dikisahkan adanya Judul Sinetron KERDUS (Kerudung Dusta). Hehe

Tapi saya salut, hampir semua anggota keluarga Zaskia Adya Mecca main di film Hijab. Semoga ke depan lebih baik film kalian.

Yuk siap-siap Jumatan. Semprot parfum terwangi, baju dan sandal terbaru, jalan kaki, dan jangan lupa infaq!

 Mustofa Nahrawardaya