Antara pemimpin dan rakyatnya memiliki hubungan yang sangat erat sekali. Karena pemimpin itu berasal dari rakyat, maka seperti pemimpin itulah kualitas mayoritas rakyatnya.
Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam Miftah Darus Sa’adah berkata, “Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka.”
Ia melanjutkan, “Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zhalim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zhalim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.”
“Dengan demikian,” simpulnya, “Setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya. Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak. Dengan demikian berdasarkan hikmah Allah, apabila pada zaman kita ini dipimpin oleh pemimpin seperti Mu’awiyah, Umar bin Abdul Azis, apalagi dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, maka tentu pemimpin kita itu sesuai dengan keadaan kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita tersebut akan sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan konsekuensi dan tuntunan hikmah Allah Ta’ala.”
Maka benarlah ungkapan “Rakyat itu mengikuti agama pemimpinnya.”
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seseorang: “Mengapa saat Abu Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah kondisinya tertib, namun saat Utsman dan engkau yang menjadi khalifah kondisinya kacau?”
Jawab Ali: “Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah kamu dan orang-orang sepertimu.”
Para pakar sejarah mengatakan bahwa obsesi Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik adalah membangun. Maka rakyatnya pun demikian. Jika ada seorang bertemu kawannya, maka pertanyaan yang terlontar: “Apa yang sudah kau bangun? Kau bangun dengan apa tanah yang kau miliki?”
Sedangkan obsesi saudaranya, Khalifah Sulaiman ibn Abdul Malik adalah perempuan, sehingga rakyatnya pun demikian. Jika ada seseorang bertemu dengan kawannya, maka yang pertama kali ditanyakan: “Berapa kali kamu menikah? Berapa budak perempuan yang kau miliki?”
Sedangkan obsesi Khalifah Umar ibn Abdul Aziz adalah membaca al-Qur’an, shalat dan beribadah. Kondisi masyarakat di masa beliau juga seperti itu. Jika ada seseorang bertemu dengan kawannya, pertanyaan pertama yang terlontar adalah: “Berapa rakaat shalat malam yang kau rutinkan? Berapa banyak kau membaca al-Qur’an? Shalat apa saja yang kerjakan semalam?”
Dalam atsar disebutkan, “Sebagaimana keadaan diri kalian, demikian pula kalian akan dipimpin”. Maksudnya adalah : Allah akan menjadikan pemimpin manusia sesuai dengan keadaan diri-diri mereka. Atsar ini, walaupun tidak sah diriwayatkan secara bersambung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, hanya saja maknanya benar. Bacalah firman Allah Ta’ala,
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظالِمِيْنَ بَعْضًا
“Dan demikianlah, Kami jadikan sebagian orang-orang zalim pemimpin atas sebagian yang lain.”;
yaitu Kami jadikan orang zalim berkuasa atas orang zalim (lainnya)… dengan sebab apa?
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُوْنَ
“Disebabkan apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am ayat 129)
Maka, janganlah heran jika engkau melihat penguasamu sering berjanji namun mengingkari, banyak bicara namun tidak dilaksanakan, gemar hura-hura tapi mengaku sederhana, bilang bekerja tapi hanya membangun citra, dan menggampangkan masalah tapi tak pernah berhasil menyelesaikannya, karena demikianlah mayoritas rakyat yang dipimpinnya.
Ishmah Rafidatuddini