Menulis bukan sekedar menggoreskan tinta pada sebuah kertas. Menulis bisa menjadi sebuah cara untuk mencetak sejarah sebab setelah menulis, seorang penulis sejatinya sedang memperpanjang hidupnya. Sebab pada tulisan ada nilai yang sedang diwariskan kepada peradaban. Pada tiap sajak yang digoreskan ada pesan dan rasa yang sedang ditanam dan ditumbuhkan.
Menulis bukan sekedar seni menyusun kata. Dia bisa menjadi senjata yang ampuh untuk meluluhlantakkan sebuah peradaban. Maka tidak heran kalau sampai ada yang membuat sebuah ungkapan, ‘ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara’
Seperti mengajar, menulis juga merupakan salah satu cara mengambil kesempatan untuk mendapatkan amal jariyah. Ketika apa yang kita tulis adalah ilmu yang berguna, maka setiap orang yang membacanya dan menjadi baik karenanya, akan mengantarkan satu amal kebaikan kepada penulisnya.
Namun, semua ada konsekuensinya. Tulisan adalah tanggungjawab. Berani menuliskan pesan kebaikan berati juga berani melakukannya. Tidak hanya menyarakan orang lain untuk berbuat baik, namun berbuat baik lalu secara bersamaan menyarankan orang lain untuk berbuat baik.
Apabila hal ini tidak dilakukan, Allah SWT sudah memberikan peringatan yang cukup keras,
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Ash Shaff 2-3)
Sebab pada setiap tulisan yang baik, selalu ada nasehat yang terus menampar penulisnya. Menyadarkan untuk tetap baik. Ketika syetan sudah sedemikian kuat menggoda, maka tulisan menjadi pengingat. Ada tulisan yang sudah dibaca banyak orang dan membuat orang lain baik, tidak boleh penulis sebagai penyerunya menjadi buruk dan menafikkan apa-apa yang pernah ditulisnya.