“We seize control FOR THE GREATER GOOD. And from this it follows that where we meet resistance, we must use only the force that is necessary and no more”-Albus Dumbledore
(Harry Potter and The Deathly Hallows-JK Rowling)
Bergerak dalam tataran politik memang penuh risiko pengambilan keputusan. “Great power comes with great responsibilities”, begitu kata Uncle Ben, paman Peter Parker-Spiderman. Risiko pengambilan keputusan itu pula yang bermakna linier dengan tanggung jawab dan dampak yang diperoleh. Maka wajar jika Imam Al Ghazali memasukkan siyasi (politik) sebagai salah satu dari empat kebutuhan pokok manusia disamping sandang, pangan, dan papan.
Oleh karena tanggung jawab yang besar inilah, upaya politik untuk meraih kebaikan yang lebih besar juga butuh perjuangan dan pengorbanan. Karena tidak dipungkiri sering kali upaya menuju ke arah kebaikan itu mendapat tantangan dan hambatan. Dalam kondisi seperti ini, mungkin tapat pendapat Professor Albus Dumbledore, perlu digunakan kekuatan dalam kadar yang seperlunya.
Pada masa Rasulullah ada seorang tokoh Yahudi yang kaya dan berpengaruh di Madinah bernama Ka’b bin Al-Asyraf. Tokoh Yahudi ini merupakan tokoh yang paling menonjol dalam memusuhi Islam pasca kemenangan Badar. Bahkan setelah kekalahan kaum Yahudi pada perang Bani Qainuqa’ yang melanggar perjanjian dengan Kaum Muslimin, Ka’b bin Al-Asyraf tetap bersemangat melancarkan fitnah dan adu domba. Maka demi kebaikan yang lebih besar, Rasulullah menawarkan kepada para sahabat untuk membunuh Ka’b bin Al-Asraf. Lantas beberapa sahabat, di antaranya Abu Na’ilah yang merupakan saudara sepersusuan Ka’b bin Al Asyraf, mengajukan diri untuk menyusun skenario pembunuhan Ka’b bin Al Asraf.
Pembunuhan Ka’b bin Al-Asraf itu merupakan salah satu bentuk political conspiracy, yang disusun oleh umat Islam dengan memanfaatkan Abu Na’ilah yang memiliki kedekatan dengan Ka’b bin Al-Asraf. Political conspiracy seperti ini merupakan bentuk kekuatan yang digunakan untuk menegakkan kebaikan yang lebih besar. Karena memang nyata akibatnya bahwa keberadaan Ka’b bin Al-Asraf bagai duri dalam daging pada kehidupan di Madinah. Jika tidak dienyahkan, maka Ka’b bin Al-Asraf hanya akan membawa keburukan dan perpecahan di Madinah.
Itu sekilas fakta politik yang terjadi jauh dari kehidupan saya saat ini. Jauh dari kehidupan saya, namun saya tahu karena mempelajari sejarahnya. Namun rupanya sejarah yang berputar berbeda penyikapannya. Saya merasa kondisi saat ini peruntukan political conspiracy sangat berbeda dengan sejarah yang saya baca.
Ada beberapa pejabat dengan dalih silaturahmi kepada pejabat lain, rupanya hal itu merupakan lobi politik. Lagi-lagi political conspiracy. Hanya saja saya tidak melihat demi kebaikan yang lebih besar yang mendasari political conspiracy tersebut. Lantas siapa yang diuntungkan dalam political conspiracy itu? Pastinya hanya segelintir orang, sedikit pihak, atau keuntungan personal semata. Bahkan political conspiracy ini meruntuhkan tatanan yang sudah dibuat dalam jangka waktu beberapa menit.
Dalam lingkup kecil, hasil political conspiracy segelintir pejabat ini di bawa menuju legalitas politik. Tentu dengan cara menggulirkan isu, lantas menyamarkan solusi dan treatment yang sudah ada. Hingga akhirnya keyakinan atas fakta-fakta diserang dengan argumentasi yang membawa keraguan. Cara menghembuskan keraguan ini juga dengan cara political conspiracy yang jauh dari metode kebaikan. Metode itu misalnya berbisik-bisik, dengan cara dan bentuk apapun. Mulai dari mendatangi personil dalam sebuah forum musyawarah lantas membisikkan sesuatu, pemanfaatan SMS atau Blackberry Messenger untuk menyusun skenario rahasia, hingga bersembunyi dalam kemunafikan.
Rupanya Rasulullah sangat memahami dan mengkhawatirkan kondisi yang membawa keburukan ini. Hingga beliau memberikan larangan “Janganlah dua orang berbisik-bisik dengan meninggalkan orang ketiga, sebab hal itu dapat membuatnya sedih (HR. Bukhari dan Muslim).”
Bisa jadi ketika membaca sekilas hadits ini, dampak yang ditimbulkan hanyalah dampak psikologis, yakni sedih semata. Namun lebih dari itu, dampak negatifnya bisa merusak tatanan kehidupan bahkan menjerumuskan ke dalam kesesatan.
Dalam lingkup besar, tentulah rakyat yang dirugikan political conspiracy tanpa tujuan membawa kebaikan yang lebih besar dan penggunaan kekuatan yang tidak diperlukan ini. Atau lebih parahnya lagi, rakyat (atau bahkan pejabat yang tak peduli) nyata-nyata dibohongi, dirugikan, dan di-dholim-i tanpa mereka menyadari.
Namun ditengah kekeruhan politik ini, saya masih yakin bahwa Islam itu syamil (menyeluruh). Oleh karena Islam itu komprehensif, maka jangan pisahkan politik dari Islam. Karena hal itu dapat menjauhkan umat dari tatanan kehidupan yang lebih baik. Bahkan menyesatkan pengguna informasi yang merupakan buah dari political conspiracy not for greater good.
Oleh: Wirawan Purwa Yuwana.
Blog Pembawa Cerita