Pembicaraan mengenai dunia anak nampaknya tidak akan pernah selesai dibahas, bahkan oleh ahli parenting sekalipun. Bukan karena mereka Mengapa demikian? Karena amanah untuk mendidik anak sungguh tidak semudah menjalankan profesi yang lain, terutama tugas seorang ibu untuk membimbing anak dan menjaga nama baik keluarga sangat utama dibanding berbagai amanah lain yang memang tidak kalah penting.
Ustadz Fauzil Adhim menyampaikan, “Menyiapkan pendidikan anak itu tidak bisa instan, kalau semua serba instan bisa jadi hasilnya pun akan serba instan juga. Menyiapkan pendidikan anak justru sejak kita mencari pasangan, setelah menikah sampai telah dikaruniai anak-anak”. Bagaimana memilih sahabat untuk anak rupanya perlu diperhatikan dalam ikhtiar persiapan nutrisi iman bagi mereka, sahabat seorang anak mempunyai pengaruh yang luar biasa, terlebih bila kedua orang tua mereka juga ikut bersahabat, “itu akan sangat dahsyat“, papar Ustadz Dr. Subhan Afifi. Karena harapan kita persahabatan bukan hanya terukir di dunia melainkan sampai di akhirat.
Dalam sebuah hadist telah disampaikan, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholih” (HR. Muslim no. 1631)
Poin ketiga dari hadist tersebut adalah do’a anak sholih, yang perlu diperhatikan adalah setiap anak harus menjadi sholih dahulu agar mau mendoakan kedua orang tuanya. Tentunya untuk menjadikan anak sholih bukanlah hal yang mudah, terlebih kita sendiri masih tertatih mensholihkan diri, meski begitu bukan tidak mungkin untuk mewujudkan harapan tersebut, karena bukankah kesholihan seorang anak mutlak ketentuan Allah? Sebagai pembina atau orang tua kita bertugas memberikan peringatan dan pola pengasuhan serta pendidikan yang terbaik. Hal ini dapat diwujudkan dengan proses yang tidak cepat, belajar parenting sejak dini bukan secara instan, sehingga layaklah disebut sebagai tipe orang tua pejuang.
Mudahnya ciri orang tua pejuang antara lain ketika seorang ibu memilih melahirkan dengan normal dan sepenuh hati merawat kandungannya, mulai dari telaten menjaga jabang bayi, menjaga kesehatan diri, hingga proses melahirkan. Dalam proses ini seorang ibu pejuang tidak takut untuk merasakan rasa sakit, bahkan bisa jadi sakit yang luar biasa. Meski begitu di luar sana bukankah jutaan ibu tetap tersenyum selepas melihat bayinya lahir. Di sisi lain salah satu ciri ayah pejuang adalah dengan keberanian memilih budaya belajar anak dengan sebuah proses panjang hingga tertuang pengetahuan dan iman pada anak, bukan semata mengejar prestasi dan nilai, dalam hal ini seorang ayah akan senantiasa memberikan siraman pendidikan agama bagi anak, karena tidak ada kedewasaan dan kemampuan disertai iman yang terbentuk secara instan tanpa persiapan, begitu petuah yang Ustadz Faudzil dan Dr. Subhan paparkan.
Sedikit renungan bagi kita, sesungguhnya apalah yang kita harapkan kala usia kita sudah senja nanti? ketika tubuh kita sudah tak leluasa untuk digerakkan selain kehadiran dan do’a mereka. Nampaknya pertanyaan itu dapat terjawab ketika kita sebagai orang tua nanti sungguh ikhlas memperhatikan dan membimbung anak-anak kita, bukan justru pembantu atau asisten yang lebih dita’ati oleh anak tersebab kealpaan kita dalam menyeduhkan perhatian kepada mereka. Terakhir, ada sebuah pertanyaan yang patut untuk kita renungkan: Siapakah yang akan mereka sembah setelah orang tuanya tiada? Membekalkan iman? iman kita teramat kerdil, membekalkan ilmu agama? miskin sekali pengetahuan agama kita. Di sisi lain, di luar sana banyak tawaran-tawaran menarik terkait trik membentuk diri agar anak menjadi seorang yang pintar dan hebat secara cepat. Bismillah, sebagai seorang anak yang peduli dengan perjuangan para orang tua, mari bersama terus belajar untuk menjadi orang tua yang baik di mata Allah.
Allahu a’lam Bishawab.