Sang Peminjam

Pernah meminjamkan barang kepada orang lain? Apa harapan terhadap barang pinjaman tersebut? Terawat dan terjaga? Setiap orang pasti sama, ingin apa yang dipinjamkan dirawat dengan baik, digunakan untuk manfaat kepada ummat, tidak untuk maksiat dan seterusnya. Bila pinjaman itu berupa buku, pasti inginnya dikembalikan dalam kondisi yang paling tidak sama, tidak ada coret-coretan, tanpa lipatan di halamannya, tidak ada tambahan noda, dan sejenisnya.

Bagaimana kalau yang justru terjadi adalah sebaliknya? Saat buku yang dipinjam seorang teman kembali dalam kondisi sobek, basah, penuh dengan coretan dan lipatan. Apa yang dipikirkan tentang si peminjam? Tidak amanah? Perusak? Tidak bertanggungjawab? Ingin menuntutnya? Minta untuk diganti yang baru?

Begitulah sifat manusia. Selalu ingin yang terbaik, dan terjaga kebaikannya itu. Tidak ada yang salah, itu hal yang sangat manusiawi. Namun, berapa diantara kita yang sadar bahwa sebenarnya kita banyak meminjam dalam hidup kita?

Ada beberapa teman yang begitu perhatian dengan penampilannya. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki semua harus sempurna. Rambut yang awalnya keriting, dibuat lurus, biar seperti bintang iklan di televisi. Hidung yang sedari lahir ‘pesek’, dibuat mancung, karena tidak percaya diri dengan hidung aslinya. Alisnya sudah gundul, berganti coretan pensil alis. Sebab baginya, pensil alis lebih mudah dibentuk dan disesuaikan dengan setiap gaya.

Semua itu dia lakukan agar, dia terlihat cantik, terutama kepada lawan jenis. Baginya, pujian dari lawan jenis adalah sebuah ekspresi tunduknya lawan jenis terhadapnya. Semakin dia merasa cantik, semakin dia menuai banyak pujian. Tidak jarang dia rela mengeluarkan uang jutaan rupiah setiap pekan hanya untuk mempercantik diri ke salon. Ini baru biaya permak tubuh, belum lagi biaya perawatan yang harus dikeluarkan hanya untuk sekedar creambath rambut, gonta-ganti cat kuku sesuai warna baju, facial setiap akhir pekan, dan berbagai macam perawatan tubuh lainnya.

Beberapa diantara mereka ada yang tubuhnya bertahan. Namun ada juga yang akhirnya justru rusak. Hidung yang awalnya baik-baik saja, lalu disuntik silikon biar mancung, tetiba silikonnya pecah. Akhirnya hidungnya jadi tak beraturan. Rambut keriting yang awalnya sehat, jadi kering dan kusam akibat terlalu sering di catok.

Disisi lain ada pula yang begitu anggun dengan hijabnya. Setiap hari antara jilbab, gamis hingga kaos kaki selalu berwana senada. Biar matching katanya. Bukankah bila muslimahnya tertata rapi islam juga yang bangga, begitu kilahnya. Hanya kadang masih sering menganggap apa yang digunakannya adalah miliknya. Jadi dengan mudah ‘memamerkannya’ diberbagai media sosial. Syetan pun tak kalah diam, ambil kesempatan, digodanya para adam. Membuat para muslimah itu terlihat indah. Menggodanya untuk berlama-lama menatapnya dan juga mengoleksi fotonya. Lupa bahwa iman itu bisa begitu rapuh dan mudah lepas hanya dengan sedikit kekhilafan. Lupa bahwa manusia adalah Sang Peminjam yang harus mengembalikan pinjamannya dengan baik, serta menggunakannya dengan baik.

Hidung, mulut, telinga, kaki, tangan, semua bagian dari tubuh kita adalah pinjaman. Sama seperti kita, Sang Pemberi Pinjaman pun juga ingin agar apa yang dipinjamkan digunakan sebaik-baiknya. Bermanfaat untuk ummat, bukan malah sebaliknya. Hingga nanti saat waktunya jatuh tempo, apa yang dipinjamkan itu akan diminta kembali. Pilihannya ada pada diri masing-masing, apakah akan menjadi Sang Peminjam yang amanah? Merawat apa yang dipnjamnya dengan baik. Atau sebaliknya, semua akan tetap ada perhitungannya.