Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara: global dan terinci. Secara global dapat diketahui bahwa ash shirathul mustaqim mencakup pengetahuan tentang kebenaran, memprioritaskan kebenaran daripada yang lain, mencintai, menyeru dan memerangi musuh-musuh kebenaran menurut kesanggupan. Kebenaran di sini adalah apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat, seperti ilmu dan amal tentang sifat Allah, asma’, perintah, larangan, janji, ancaman dan hakikat-hakikat iman, yang semuanya merupakan etape orang-orang yang berjalan kepada Allah.
Semua masalah ini diserahkan kepada beliau dan bukan kepada pendapat dan pemikiran manusia. Jadi tidak dapat diragukan bahwa ilmu dan amal yang ada pada diri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat adalah pengetahuan tentang kebenaran, yang harus diprioritaskan daripada yang lain. Inilah yang disebut ash shirathul mustaqim.
Dengan cara yang global ini dapat diketahui bahwa siapa pun yang bertentangan dengan jalan ini adalah batil, atau merupa-kan satu jalan dari dua jenis golongan: Golongan yang mendapat murka dan golongan yang sesat.
Adapun dengan cara yang rinci, maka kita perlu mengetahui satu persatu setiap madzhab yang batil. Namun yang pasti, setiap kalimat Al Fatihah mencakup penjelasan tentang kebatilannya.
Manusia secara umum dapat dibagi menjadi dua macam: golongan yang mengakui kebenaran dan golongan yang mengingkari kebenaran.
Sementara Al Fatihah mencakup penetapan adanya Khaliq dan penolakan orang yang mengingkari keberadaan-Nya, yaitu dengan penetapan Rububiyah-Nya atas semesta alam. Perhatikanlah semua benda alam, baik alam atas maupun alam bawah, tentu engkau akan melihat bukti keberadaan Sang Pencipta. Keberadaan Allah ini lebih nyata bagi akal dan fitrah daripada keberadaan sungai yang mengalir. Siapa yang tidak mempunyai pandangan seperti ini dalam akal dan fitrahnya, berarti harus dipertanyakan, adakah sesuatu yang tidak beres pada akalnya?
Seiring dengan kebatilan orang-orang yang mengingkari keberadaan Allah, batil pula pendapat orang-orang yang mengatakan tentang wahdatul-wujud (kesatuan wujud), bahwa wujud alam ini juga merupakan wujud Allah dan Allah merupakan hakikat wujud alam ini. Jadi menurut mereka tidak ada lagi istilah Rabb dan hamba, penguasa dan yang dikuasai, pengasih dan yang dikasihi, pemberi pertolongan dan yang meminta pertolongan, pemberi petunjuk dan yang diberi petunjuk, pemberi nikmat dan yang diberi nikmat, sebab Allah adalah hamba itu sendiri, yang disembah adalah yang menyembah itu sendiri. Perbedaan wujud hanya sekedar masalah relatifitas yang bergantung kepada fenomena dzat dan penampakannya, sehingga terkadang bisa berwujud seorang hamba biasa, terkadang berwujud Fir’aun, pemberi petunjuk, nabi, rasul, ulama dan lain sebagainya. Sekalipun berbeda-beda, semua berasal dari satu inti, bahkan Allah adalah inti itu sendiri.
Surat Al-Fatihah, semenjak pertama hingga akhirnya menjelaskan kebatilan dan kesesatan golongan ini.
Orang-orang yang menetapkan adanya Khaliq ada dua macam:
- Golongan yang mengesakan Khaliq atau ahli tauhid.
- Golongan yang menyekutukan Khaliq atau ahli syirik.
Ahli Syirik Ada Dua Macam
- Orang-orang yang menyekutukan Rububiyah dan Uluhiyah-Nya, seperti orang-orang Majusi dan yang serupa dengan mereka dari golongan Qadariyah. Mereka menetapkan adanya pencipta Allah yang menyertai Allah, sekalipun mereka tidak mengatakan adanya kesetaraan di antara keduanya. Golongan Qadariyah Majusi menetapkan adanya para pencipta perbuatan di samping Allah. Perbuatan ini di luar kehendak Allah dan Allah tidak mempunyai kekuasaan terhadapnya, tapi para pencipta selain-Nya itulah yang menjadikan diri mereka bisa berbuat dan berkehendak. Di dalam Iyyaka na’budu terkandung sanggahan terhadap pendapat mereka. Sebab pertolongan yang mereka mohonkan kepada-Nya berarti mengharapkan sesuatu yang ada di Ta-ngan Allah dan ada dalam kekuasaan serta kehendak-Nya. Lalu bagaimana mungkin orang yang katanya mampu berbuat, tapi dia masih meminta pertolongan?
- Orang-orang yang menyekutukan Uluhiyah-Nya. Mereka mengatakan bahwa hanya Allah penguasa dan pencipta segala sesuatu, bahwa Allah adalah Rabb mereka dan bapak-bapak mereka semenjak dahulu. Tetapi sekalipun begitu mereka masih menyembah selain-Nya, mencintai dan mengagungkannya. Mereka menciptakan tandingan bagi Allah. Mereka tidak menetapi hak iyyaka na’budu. Sekalipun memang mereka na’buduka (kami menyembah-Mu), tapi mereka tidak murni dalam iyyaka na’budu, yang mengandung pengertian: Kami tidak menyembah kecuali Engkau semata, dengan penuh kecintaan, harapan, ketakutan, ketaatan dan pengagungan. Iyyaka na’budu merupakan penge-jawantahan dari tauhid dan peniadaan syirik dalam Uluhiyah, seba-gaimana iyyaka nasta’in merupakan pengejawantahan dalam tauhid Rububiyah dan peniadaan syirik dalam Rububiyah.
Surat Al-Fatihah juga mengandung sanggahan terhadap pendapat berbagai golongan yang menyimpang dan sesat, seperti:
- Al Jahmiyah yang meniadakan sifat-sifat Allah.
- Al Jabariyah yang meniadakan pilihan dan kehendak bagi manusia, yang segala sesuatu pada diri manusia berdasarkan kehendak Allah.
- Golongan yang menetapkan perbuatan Allah pada hal-hal yang pasti dan Dia tidak mempunyai pilihan serta kehendak.
- Golongan orang-orang yang mengingkari keterkaitan ilmu-Nya dengan hal-hal parsial.
- Golongan orang-orang yang mengingkari Nubuwah.
- Eksistensialis, golongan yang mengatakan tentang keberadaan alam semenjak dahulu kala.
- Ar Rafidhah yang menganggap hanya keturunan Rasulullah yang benar, sedangkan selain mereka tidak benar dan tidak akan masuk surga, sekalipun itu semacam shahabat Abu Bakar.