Saat ini hampir semua saluran televisi lokal maupun nasional dapat dipastikan memutar siaran “Siraman Rohani Islam”. Apalagi pada bulan Ramadhlan. masing-masing stasiun televisi itu mengemas acara tersebut dengan bentuk yang berbeda-beda, namun dengan pola yang sama. Yaitu dengan menghadirkan juru dakwah (mubaligh) yang menyampaikan berbagai ajaran Islam. Dari permasalahan fiqih, akidah, dan tasawuf semua dibahas dalam pengajian virtual tersebut.
Pada mulanya, acara-acara semacam itu tidak menimbulkan permasalahan. Tabligh Islam dapat mudah tersebar di seluruh ruang publik dengan sangat mudan. Narasumber-narasumber yang dihadirkan juga dapat dipertanggungjawabkan bobot keilmuannya.
Namun, karena dunla bisnis televisi merupakan bisnis yang padat modal, maka seluruh stasiun televisi jelas tidak mau rugi dan mulai “menjual” acara siraman rohani ilu demi rating dan iklan. Akibatnya, acara cermati agama itu harus mau berkolaborasi dengan dunia hiburan, karena memang begitulah kemauan mayoritas penonton.
Ceramah-ceramah agama yang terkesan serius mulai ditinggalkan dan digantikan dengan ceramah-ceramah agama yang menghibur dan menyenangkan. Dengan demikian acara ceramah agama yang ada sangat sulit dibedakan dengan pertunjukan lawak maupun musik dangdut, karena semua didesain unluk menghibur dan menyenangkan penonton. Sampai atau tidaknya pesan yang hendak disampaikan menjadl prioritas ke sembilan puluh sembilan.
Oleh karena sudah menjadi bagian dari pertunjukan hiburan, para ustadz yang menjadi narasumber acara-acara siraman rohani itu tidak ubahnya sebagai “selebritis” atau aktor dan artis dunia hiburan.
Sebagai seorang “selebritis” para ustadz dan ustadzah yang ada juga dituntut untuk bergaya hidup ala selebritis pada umumnya. Semua kegiatan pribadinya biasa dikorek dan disajikan ke ruang publik. Mulai dari kesukaan dan kebiasan suami/istri sang mubaligh sampai problem rumah tangga yang tidak sepatutnya diumbar ke luar juga diekspos sebagai tontonan dan disaksikan semua pemirsa segala usia.
Memang ada ustadz-ustadzah yang dapat menjaga kehormatan dirinya sebagai figur yang sepatutnya diteladani. Namun tidak sedikit yang larut dalam tuntutan pasar dan tekanan dunia hiburan.
Akibat lebih jauh dan fenomena perselingkuhan dunla hiburan dan syiar Islam ini juga memunculkan fenomena “mendadak ustadz”. Pribadi-pribadi yang tidak mempunyai dasar agama yang cukup namun mempunyai penampilan yang menarik dan dapat menyesuaikan diri dengan dunia hiburan tiba-tiba dipermak menjadi “ulama besar
Menyampaikan ilmu yang tidak dipahami dan menjawab semua pertanyaan umat dengan bekal ala-kadarnya. Khazanah ke-lslaman yang sampai ke umat semakin dangkal dan kacau balau. Apalagi kehidupan pribadi yang kadang diekspos media dalam kabar selebritis juga sangat tidak mencerminkan sebagai pribadi yang lurus.
Jamaah, oh.. jamaah…, mau dibawa ke mana tabligh Islam yang semakin dangkal dan sekadar menjadi tontonan ini?