Bila kita ditanya, apa yang paling mengerikan atau menakutkan di dunia ini? Pasti jawaban kita bermacam-macam, sesuai dengan kondisi kejiwaan dan pengalaman dalam hidup. Ada yang takut ular, yang lain takut kegelapan, takut kejadian horor, dsb.
Tapi kali ini saya ingin mengarahkan kepada satu kengerian yang saya yakin kita sepakati semua. Betapapun mengerikan yang lain itu, yang satu ini tidak ada bandingannya. Yaitu ngeri bila tercabutnya iman dari dada sampai mati dalam keadaan seperti itu. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus”. (An Nisa’: 137)
“Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (Al Baqarah: 217)
“Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. (Ali Imran: 90-91)
Sekalipun kita terlahir dalam kondisi muslim, dibesar di lingkungan muslim, bahkan mendalami ilmu agama Islam, siapa yang menjamin kalau kita akan meninggal dalam kondisi muslim. Padahal bila seseorang meninggal dalam kondisi murdad, tidak ada arti sedikitpun amal yang ia lakukan sebelumnya, betapapun besar dan mulianya. Dia akan tinggal di neraka untuk selama-lamanya.
Kecemasan terhadap hal ini lah yang membuat kepala orang-orang shaleh dulu dipenuhi uban, membuat mata mereka tidak bisa tidur di malam hari dan selera makan mereka menjadi hilang kecuali sekedar memenuhi kebutuhan hidup. Rasa takut yang membuat mereka hidup penuh kehati-hatian, jangan sampai melakukan kesalahan sekecil apapun.
Ibnu Mahdi berkata: “Suatu kali Sufyan ats Tsauriy menginap di tempatku, tiba-tiba ia mangis. Ketika ditanyakan kepadanya, apa yang menyebab beliau menangis, ia menjawab: “Sungguh dosa-dosaku dalam pandanganku lebih ringan dari ini. Lalu ia mengangkat sesuatu dari lantai. Aku takut tercabutnya keimanan sebelum aku mati”. (Siyar: 7/196)
Bila orang-orang shaleh saja mengkhawatirkan hal ini, kita yang bukan siapa-siapa harusnya lebih cemas dan waspada. Mereka sadar, sebelum nyawa keluar dari badan, ujian hidup ini tidak akan pernah berhenti dengan segala variasinya. Makanya mereka takut bila ada perkara yang akan mengguncang sendi keimanan hingga iman itu lepas dari diri.
Apalagi dalam kondisi dunia seperti hari ini, di mana keimanan itu seolah-olah sesuatu yang tidak berharga, boleh dilepas atau diganti seperti beli barang. Suka-suka pemiliknya. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
بَادِرُوا بِاْلأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا.
“Bersegeralah kalian melakukan amal shalih (sebelum datangnya) fitnah-fitnah bagaikan malam yang gelap gulita, seseorang dalam keadaan beriman di pagi hari dan menjadi kafir di sore hari, atau di sore hari dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir pada pagi hari, dia menjual agamanya dengan segelintir kesenangan dunia.”
Untuk itu jangan sampai lupa untuk selalu berdo’a supaya dikokohkan Allah di atas agama tauhid ini sampai kembali kepada-Nya. Terutama di bulan Ramadhan ini, yang dipenuhi waktu mustajab.
Wahai Zat yang membolak balikkan hati, teguhkanlah telapa kaki kami di atas agama-Mu. Ya Allah, jangan biarkan musibah dan fitnah menimpa agama kami.