Tempe jenis ini memang tidak banyak dikenal oleh masyarakat secara luas. Hanya masyarakat yang tinggal di daerah penghasil produk olahan kelapa yang menghasilkan ampas kelapa yang biasanya mengenal tempe jenis ini.
Tempe bongkrek dibuat dari ampas kelapa. Oleh karena itu, tempe bongkrek sangat berpeluang terkontaminasi oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans. Didalam tempe bongkrek, bakteri tersebut akan memproduksi toksin atau racun tahan panas yang menyebabkan keracunan pada orang yang mengkonsumsinya.
Toksin yang diproduksi P. cocovenenans ada 2, yaitu asam bongkrek (tidak berwarna, sejenis asam lemak tidak jenuh) dan toksoflavin (berwarna kuning, struktur mirip dengan riboflavin). Asam bongkrek ini memobilisasi glikogen didalam liver. Akibatnya akan terjadi hiperglikemi (kenaikan gula darah) lalu hipoglikemi (turunnya gula darah) dan menghambat pembentukan ATP yang bisa menyebabkan kematian. Asam bongkrek ini dapat bertahan didalam tempe bongkrek yang direbus ataupun yang digoreng. Ketahanan asam ini sampai suhu diatas 180oC.
Sedangkan toksoflavin menghasilkan hidrogen peroksida yang toksik terhadap sel. Hidrogen peroksida ini merupakan radikal bebas yang dapat menyebabkan stress oksidatif (stress tingkat sel). Tempe bongkrek yang mengandung toxoflavin mempunyai kenampakan fisik berwarna kuning.
Melihat hal ini biasanya akan muncul pertanyaan, kalau tempe bongkrek berbahaya, bagaimana dengan tempe busuk? Masyarakat Indonesia memang sangat kreatif. Mampu mengkreasikan berbagai macam bumbu untuk menaikkan flavor dari suatu olahan pangan. Salah satu bumbu yang biasanya ditambahkan adalah tempe busuk. Seperti namanya, tempe ini mempunyai aroma yang menyengat. Tempe busuk ini biasanya digunakan untuk memasak sambal tumpang.
Tempe busuk yang digunakan untuk sambal tumpang bukan tempe yang rusak atau terkontaminasi. Tempe busuk disini adalah tempe yang terlalu lama mengalami proses fermentasi. Hal ini tidak menimbulkan hal yang berbahaya. Jadi aman untuk dikonsumsi.