Salah satu penyakit yang sering dialami oleh masyarakat Indonesia terutama wanita adalah anemia. Anemia dapat disebabkan kurangnya zat besi dalam darah sehingga proses pengangkutan oksigen dalam darah menjadi terganggu. Tidak heran kalau salah satu keluhan yang sering ditunjukkan oleh para penderita anemia adalah pusing hingga pingsan.
Zat besi merupakan mineral alam yang ketersediannya dalam tubuh manusia harus melalui intake atau masukkan melalui makanan atau suplemen dari luar. Intake dari makanan misalnya dari bahan-bahan hewani seperti daging merah yang banyak mengandung mioglobin. Sedangkan kalau dari bahan nabati zat besi bisa didapatkan dari jenis sayur-sayuran seperti bayam.
Namun, manakah yang lebih baik antara zat besi yang di dapatkan dari sumber hewani dan nabati?
Zat besi dalam tubuh di serap dalam betuk ferro. Dalam produk makanan dari sumber hewani, zat besi sudah dalam bentuk ferro, sedangkan dari sayuran zat besi masih dalam bentuk ferri. Sehingga untuk pemenuhan zat besi sehari-hari lebih disarankan untuk memilih olahan dari sumber hewani dibanding nabati. Terlebih lagi bagi para penderita anemia.
Berdasarkan ketersediaannya, terdapat dua jenis zat besi yaitu heme dan non-heme. Zat besi non-heme banyak terdapat dalam sumber makanan nabati seperti sayuran, kacang-kacangan dan lain sebagainya. Sedangkan zat besi heme banyak terdapat dalam sumber makanan hewani. Keduananya mempunyai daya ketreserapan dalam tubuh yang berbeda. Zat besi non-heme dalam prosesnya dalam tubuh hanya dapat diserap sekitar 1-2% saja, sedangkan zat besi heme, penyerapannya dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan zat besi non heme.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa sumber zat besi yang baik adalah bahan pangan hewani. Sebab zat besi dalam bahan pangan hewani sudah dalam bentuk ferro dan merupakan zat heme, sehingga mudah diserap oleh tubuh.