Setiap kebaikan ada masanya. Ada kebaikan yang bernilai baik bila dilakukan sekarang, namun menjadi tidak baik bila dilakukan esok. Misalnya soal berbuka puasa yang harus disegerakan. Tentu tidak boleh menunda buka puasa hingga dirapel keesokan harinya.
Contoh lain tentang puasa. Puasa sunnah itu baik dan berpahala. Namun apabila waktunya tidak tepat, justu bisa menjadi dosa, misalnya saat hari tasyrik. Sholat itu kewajiban dan berpahala. Apabila meninggalkannya dengan sengaja akan mendapatkan dosa. Namun tidak boleh dilakukan oleh perempuan dikala menstruasi. Melakukannya bukan berpahala malah berdosa.
Muahasah diri itu baik. Artinya mawas diri, menghitung kesalahan-kesalahan diri. Namun bila menciptakan syariat baru harus muhasabah pada malam 1 Muharram atau 1 Suro, justru ini menjadi tidak baik. Ini sama saja kita seperti mereka yang selalu memperingati pergantian tahun masehi. Hanya kemasannya berbeda. Ada baiknya kita meninggalkan ‘ibadah-ibadah’ yang banyak tercampur unsur-unsur budaya atau agama lain.
Tentang muhasabah ini, kita boleh melakukannnya kapan saja. Bahkan memang seharusnya begitu,, agar kita menyadari kesalahan diri kita kepada orang lain. Namun, lakukan saja dengan biasa. Rasulullah tidak pernah memberikan doa khusus dengan nash yang shahih tentang doa-doa awal tahun. Kalau pun ingin muhasabah, lakukan saja seperti biasa. Tidak harus ada hari khusus untuk muhasabah. Bukan malam 1 Muharram, bukan pula malam tujuh belasan.
Berdzikir dan bersholawat itu baik, namun bila itu kemudian dikhususkan dihari-hari tertentu justru malah kurang baik. Seolah ada hari-hari tersebut diwajibkan berdzikir dan bersholawat. Misalnya pada saat hari kesekian kematian seseorang. Rasulullah mengajarkan kita untuk mengingat Allah kapan saja. Berdzikir tidak harus diwaktu-waktu khusus. Setiap hari boleh berdzikir. Sebab berdzikir atau mengingat Allah, hati kita akan menjadi tenang. Semakin sering kita berdzikir, Allah akan memberikan ketenangan pada jiwa kita.