Upaya Riyadh Bendung Kebangkitan Rakyat

Ketika kita mengevaluasi kebijakan regional Arab Saudi setelah kebangkitan Islami di kawasan Timur Tengah menggema, peran paling menonjol yang dimainkan oleh rezim Al Sa’ud adalah destruksi perjalanan revolusi dan menjerumuskan keamanan kawasan ke dalam jurang bahaya.

Hari ini, peran destruktif ini terjelma dalam usaha menggulingkan Perdana Menteri Irak, penggabungan Bahrain, dan kekacauan-kekacauan yang terjadi di Suriah dan Lebanon. Sebuah realita yang telah mengubah Riyadh sebagai sarang kejahatan dan kebejatan.

Lantaran kebangkitan Islami yang terus menggema, Arab Saudi sekarang ini sedang berada dalam kondisi krisis, sebuah kondisi yang belum pernah ada dalam lembaran sejarahnya.

Kebergantungan Gedung Putih terhadap Arab Saudi sebagai tulang punggung negeri Paman Sam ini adalah sebuah produksi yang berhasil diperoleh setelah keruntuhan Syah Pahlevi di Iran. Rasa kebergantungan pun hari demi hari semakin bertambah kuat. Perkembangan kepemimpinan ‘Islam ala Wahabi’ juga tersebar di seantero dunia berkat keberhasilan rezim Arab Saudi. Akan tetapi, seluruh keberhasilan ini sekarang sedang menghadapi bahaya besar lantaran kebangkitan Islami yang terus menggema hari demi hari.

Posisi dan sikap para petinggi Arab Saudi sehubungan dengan perkembangan yang sedang terjadi di kawasan ini dapat kita kupas dalam dua sisi.

Ranah Internal

Dukungan yang diberikan oleh Arab Saudi terhadap pemerintahan-pemerintahan diktator yang eksis di Timur Tengah ini melukiskan orientasi kebijakan luar negeri negara ini dalam rangka menjalankan kebijakan-kebijakan regional dan internasionalnya. Para petinggi Arab Saudi mengetahui dengan baik bahwa apabila reformasi dan revolusi terjadi di kawasan ini, maka hasilnya akan merembet ke area geografisnya. Untuk itu, mereka meluangkan seluruh waktu selama bertahun-tahun untuk memberikan dukungan penuh terhadap pemerintahan-pemerintahan diktator yang masih bernapas di kawasan ini.

Dalam revolusi-revolusi yang pernah terjadi selama ini, seluruh kalangan kerajaan Arab Saudi meluangkan seluruh waktu mereka untuk memberikan dukungan penuh kepada para diktator Tunisia dan Mesir hingga napas mereka yang terakhir. Mereka telah mencanangkan dana sebesar 1.4 milyar dolar untuk memberikan bantuan kepada kerajaan Yordania, dan bahkan mereka mengundang Yordania dan Maroko untuk menjadi anggota Dewan Kerja Sama Teluk Persia.

Begitu pula, para keluarga kerajaan Arab Saudi ini menekan Gedung Putih supaya mencegah keruntuhan dinasti Mubarak dan Bin Ali dan mencegah domino tak berujung ini.

Setelah permainan domino ini sampai ke Bahrain, para petinggi Arab Saudi merasakan bahaya sedang mengancam. Dengan mengirimkan kekuatan militer ke Bahrain, sebenarnya mereka telah memposisikan diri dalam jurang krisis.

Dari kondisi yang sedang dominan di kawasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh rakyat bersikeras untuk menggulingkan para diktator. Dengan ini, Arab Saudi pasti akan kehilangan kontrol atas kawasan Timur Tengah, dan permainan domino ini pada suatu hari pasti akan sampai ke Riyadh.

Kondisi dalam negeri Arab Saudi lantaran revolusi yang sedang meletus di kawasan Timur Tengah sudah sangat tidak kondusif. Sedikit demi sedikit kekacauan akan semakin meluas.

Dari sisi lain, kebebasan sipil yang tak terjamin dan pengangguran kawula muda, serta kondisi ekonomi yang sangat buruk akan menjadi faktor aksi protes menyebar dan melebar.

Dengan membayar upah mahal kepada media-media massa asing, Arab Saudi berusaha untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kondisi dalam negerinya berada dalam kondisi normal. Untuk itu, hingga sekarang, seluruh media massa asing jarang meliput kekacauan dan pertikaian yang sedang terjadi di daerah Al-Syarqiyah. Akan tetapi, hal ini tidak membuat para analisator politik lalai terhadap masalah yang sedang dialami oleh Arab Saudi.

Arab Saudi juga sedang menghadapi sebuah problem serius lain yang berhubungan langsung dengan masalah keluarga kerajaan. Dari satu sisi, mayoritas golongan garis biru keturunan dinasti Al Sa’ud sudah tua dan tidak mampu memimpin negara. Dan dari sisi lain, pertikaian dalam tubuh kerajaan untukmerebut kekuasaan sedang memanas, sekalipun putra mahkota sudah dipilih.

Ranah Regional

Secara global, Arab Saudi dalam kebijakan regionalnya sedang mengejar 4 tujuan utama; Menciptakan keseimbangan kekuatan di Timur Tengah, menekankan bahwa dirinya adalah pemimpin Dunia Islam, menentang segala bentuk revolusi di Timur Tengah, dan menyebarkan ajaran Wahabiah. Riyadh senantiasa mengerahkan seluruh daya dan upaya untuk mewujudkan keempat tujuan pokok ini.

Dalam ranah kebijakan luar negeri, Riyadh harus selalu memainkan peran paradoksikal. Dengan ungkapan lain, Riyadh harus memainkan dua peran yang kontradiktif dalam satu masa; Menjadi pemimpin Dunia Islam dan bersekutu dengan Barat.

Keberhasilan Turki dalam mengadakan hubungan dengan para revolusioner di Tunisia, Libya, dan bahkan Yaman, pada kondisi di mana Arab Saudi malah lebih mendukung para diktator di negara-negara ini, menjadi ancaman besar bagi posisi Riyadh di kawasan. Lebih dari itu, dengan dukungan tersebut, Arab Saudi malah menjadi negara paling muak dan dibenci di dunia.

Dengan pengalaman pahit seperti ini, para petinggi Arab Saudi berusaha sekuat tenaga untuk menyaingi kekuatan negara lain di Timur Tengah. Dan masalah yang paling bisa dijadikan sasaran untuk sementara ini adalah perkembangan yang sedang terjadi di Suriah.

Kondisi khusus Barat yang timbul lantaran krisis politik dan ekonomi telah membuka medan lebar-lebar bagi Arab Saudi. Begitu pula, penentangan Rusia dan China di DK PBB serta pemilu Amerika yang sudah di ambang pintu menyebabkan Barat berpikir seratus kali untuk melakukan aksi langsung.

Dalam kondisi yang seperti ini, pada akhirnya, revolusi akan tetap terjadi. Ini hanya masalah waktu dan Arab Saudi juga akan merasakan pemberontakan dari rakyatnya sendiri.