Anda mengenal nama salah satu kapal TNI yang bernama KRI Usman-Harun? Nama itu diambil dari nama dua orang tentara Indonesia yang melakukan operasi di Singapura, yakni Sersan Usman Janatin dan Kopral Harun Said.
Menurut Inilah.com, Usman, bernama lengkap Usman Janatin bin H. Ali Hasan. Usman lahir di Dukuh Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, pada 18 Maret 1943. Pangkat terakhirnya adalah Sersan. Dia anggota elit Korps Komando Operasi (KKO), cikal bakal Marinir Angkatan Laut (AL).
Harun, bernama asli Tohir bin Said, yang kemudian dikenal Harun Said. Lahir di pulau Bawean, Kabupaten Gresik Jawa Timur. Dia adalah anak ketiga dari ayah bernama Mandar dan ibu Aswiyani. Pangkat terakhir adalah Kopral.
Pada periode 1962-1966, terjadi ketegangan semenanjung Malaya. Ada keinginan Malaysia menyatukan Brunei, Sabah dan Sarawak. Indonesia di bawah komando Presiden Soekarno menolak itu.
Penggabungan itu oleh Malaysia diharapkan menjadi Federasi Malaysia. Soekarno mentah-mentah menolaknya. Karena bagi Soekarno, cara Federasi Malaysia adalah imperialisme gaya baru.
Bagi Soekarno, Federasi Malaysia layaknya “boneka Inggris”. Juga mengancam Indonesia karena bisa jadi mendukung pemberontak yang saat itu masih ada di Indonesia.
Digelorakannya Dwikora oleh Soekarno, memulai perlawanan terhadap Federasi Malaysia itu. Konfrontasi Indonesia-Malaysia semakin memanas. Pada 3 Mei 1964, dikirim relawan ke negara-negara tersebut.
Harun Said dan Usman Hj Mohd Ali yang saat itu anggota KKO, dikirim ke Singapura dengan perahu karet. Mereka diminta melakukan sabotase terhadap kepentingan Singapura.
Kerja keduanya terbilang sukses. Hingga pada 10 Maret 1965 terjadi pengemoban di MacDonald House, yang juga kantor Hongkong Bank dan Shanghai Bank. Lokasinya di Orchard Road. 33 orang dikabarkan luka berat, tiga lagi meninggal dunia.
Singapura mendeteksi pelakunya. Usman dan Harun mencoba untuk keluar dari Singapura. Penjagaan semakin diperketat di jalur keluar Singapura. Berbagai cara dilakukan keduanya untuk keluar.
Usman dan Harun sempat bertolak meninggalkan Singapura dengan perahu. Sayang, di tengah perjalanan, mesin perahu mati sehingga mereka tertangkap.
Mereka divonis hukuman gantung. Upaya banding Indonesia mental. Sehingga keduanya pada 1968 dihukum gantung. Usman dan Harun meninggal pada usia yang tergolong muda, 25 tahun.
Setelah penghormatan terakhir, jenazah keduanya diterbangkan ke Indonesia menggunakan pesawat TNI AU.
Sebagai penghormatan atas aksi kepahlawanan mereka berdua, TNI memberi nama salah satu kapalnya dengan nama KRI Usman-Harun.
Sementara itu beberapa hari ini kita mengenal nama Cherif Kouachi dan Said Kouachi yang merupakan dua bersaudara pelaku penyerangan kantor redaksi Majalah Charlie Hebdo.
Majalah ini berulangkali memuat kartun gambar Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai bentuk pelecehan. Hal itu pertama kali dilakukan pada 2006.
Protes umat Muslim terjadi dimana-mana, tapi mereka tetap tidak peduli dan terus menerus melakukan pelecehan atas Nabi Muhammad itu berulang-ulang.
Kouachi bersaudara, yang diduga merupakan jaringan Al Qaidah Yaman bersama seorang rekannya melakukan serangan dengan senjata api ke kantor redaksi majalah itu. Hasilnya 12 orang tewas, termasuk pemimpin redaksi dan kartunis penggambar Nabi Muhammad.
Kemudian, penyerang majalah itu, Cherif dan Said Kouachi tewas setelah polisi menyerbu gedung yang menjadi tempat persembunyian kakak beradik di kawasan Dammartin-en-Goele, sekitar 40 kilometer arah timur laut Paris.
Yang menarik tentu saja ekses peristiwa tersebut. Dari kalangan non Muslim, tentu bisa ditebak bahwa mereka membela Charlie Hebdo dengan dalih kebebasan berekspresi dan melawan terorisme. Yang menarik tentu saja dari kalangan internal umat Islam, yang terbelah atas kejadian tersebut, antara mendukung aksi penembakan tersebut dan menolak aksi tersebut.
Mereka yang menyetujui aksi tersebut mengikuti kesepakatan ulama salaf yang menyatakan bahwa penghina Nabi secara terang-terangan dan terua menerus dihukumi kafir dan murtad, hukumannya adalah dibunuh tanpa dimintai taubatnya.
Hal itu juga didukung sejumlah hadits shahih dan hasan yang menyatakan Nabi Muhammad memerintahkan pembunuhan bagi pencela dirinya dan membiarkan para sahabat membunuh pencela dirinya, tanpa menjatuhkan hukuman, baik qishash ataupun diyat.
Sementara itu, mereka yang menolak aksi pembunuhan tersebut membawakan argumentasi bahwa pembunuhan pelaku penghinaan Nabi Muhammad harus dilakukan oleh negara Islam, bukan orang per orang, karena dikhawatirkan akan memberikan balasan yang lebih hebat lagi dengan menerbitkan kartun Nabi. Sehingga aksi pembunuhan ini adalah aksi yang tidak tepat. Ini adalah pendapat Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan yang menjadi rujukan komunitas Salafi.
Bahkan, seorang aktivis yang tengah bersekolah di Inggris menyatakan bahwa aksi pembunuhan kartunis Nabi Muhammad tersebut adalah suatu tindakan yang tanpa sadar mengkhianati Nabi Muhammad. Alasannya, karena aksi pembunuhan ini ditakutkan akan meningkatkan Islamophobia di masyarakat Eropa terhadap kaum Muslim minoritas. Padahal selama ini kaum Muslim telah berjuang keras menampilkan Islam yang anti kekerasan dan cinta damai.
Maka, jika mayoritas masyarakat Indonesia menjadikan Usman-Harun sebagai pahlawan yang heroik, tidak demikian bagi umat Islam di dunia atas Kouachi Bersaudara. Ada yang menganggapnya sebagai pahlawan Islam dan ada yang menganggapnya sebagai pengkhianat Nabi.
Nah, bagaimana anggapan Anda?
Ishmah Rafidatuddini