Perbanyaklah Menuntun, Bukan Menuntut

Pertengahan Ramadhan tahun 2011 saya berkesempatan mengisi seminar Golden Family di Surabaya, seperti biasanya kebanyakan peserta adalah pasangan suami-istri. Ada sepasang suami-istri yang usianya telah memasuki 60 tahun, memiliki 11 anak, yang semuanya telah berkeluarga dan hidup sebagai sepasang keluarga yang bahagia. Suami-istri itu menceritakan panjang lebar perjalanan keluarganya, susah dan senang, semuanya menjadi terasa membahagiakan karena balutan cinta dan kasih sayangnya untuk keluarga.

Sungguh, akupun dibuat penasaran.Lalu aku bertanya, “Bagaimana cara bapak-ibu mendidik sebelas anak tersebut?”

Beliau berdua mengatakan,”Kami berdua selalu membimbing anak-anak tersebut, memberinya prinsip dasar kehidupan yang membawa keberkahanNya. Kami berdua selalu menuntun bukan menuntut.”

Sahabat Golden Family yang berbahagia, bagaimana caranya agar kita bisa menjadi “orang-tua penuntun/pembimbing” itu? Setiap orangtua memiliki tugas utama sebagai penuntun/pembimbing anaknya, bukan sebagai pengawas atau penuntut.

Di dalam benak seorang penuntun/pembimbing, selalu mendahulukan rasa cinta dan ingin tahu perkembangan atas seseorang yang sedang dibimbingnya. Dengan tetap memegang teguh rasa cinta, memaafkan dengan tulus dan selalu memberi yang terbaik.

Lain halnya bila kita menjadi seorang pengawas, didalam benaknya selalu mendahulukan “kesalahan apa” yang sedang di lakukan oleh yang diawasi. Seorang pengawas akan selalu condong untuk menuntut sesuai standar yang ia yakini dan mengedepankan hukuman bila yang diawasi melakukan kesalahan.

Kalau saya diperkenankan untuk menduga, pasti anda banyak yang mengenal Michael Jordan, sang legenda hidup bola basket. Kini, Michael Jordan telah mengoleksi enam cincin juara dan lima kali terpilih sebagai pemain terbaik bola basket dunia. Hebat benar Michael Jordan ini dan rahasia apa gerangan di balik kejuaraannya itu, pikirku. O…., ternyata, ia ditangani oleh seorang yang hebat juga, dialah sang pelatih bertangan dingin, berhati pembimbing, Phil Jackson.

Phil Jackson merupakan pelatih yang sangat luar biasa. Betapa tidak? Ia telah mengoleksi sepuluh cincin juara sebagai pelatih. Selain memprestasikan Michael Jordan, Phil juga melambungkan nama-nama besar seperti Kobe Bryant dan Shaq O’Neal.  Dalam wawacaranya yang dimuat dalam salah satu situs internet, Michael Jordan pun mengakui bahwa ia banyak belajar dari Jackson dan Jacksonlah yang merupakan salah satu faktor dari kesuksesannya. Demikian juga O’Neal, ia mengatakan,”Setiap Phil memberi instruksi, kami perhatikan baik-baik karena kami menyakini instruksinya itu untuk kebaikan kami.”

Lalu, kenapa Phil bisa menjadi pelatih hebat? Rahasianya adalah ternyata Phil bukanlah orang yang selalu memaksakan kehendaknya. Ia selalu mengedepankan bimbingan pada anak latihnya. Ia tidak pernah membebani mereka untuk menjadi juara namun ia selalu memberi inspirasi untuk bisa menjadi juara. Phil terhitung tidak pernah memarahi anak latihnya dikala mereka menemui kegagalan. Ia senantiasa menuntun bukan menuntut.

Sebagai penuntun/pembimbing, orangtua harus senantiasa dalam posisi bertanya “APA” yaitu Amati, Pertanyaan dan Apresiasi.

  1. Amati : Lakukan pengamatan setiap ekspresi emosi, tekanan suara dan perilaku anak. Kenali emosi anak yang baik maupun yang jelek. Bila anak sedang bermain atau mengerjakan sesuatu, perhatikan kecenderungan kreatifitasnya (kreatif atau pasif). Perhatikan dengan sungguh-sungguh sifat-sifat dominannya.
  2. Pertanyaan : Berikan pertanyaan “golden question” yang berhubungan dengan perasaannya disaat melakukan sesuatu. Tanyakan dengan suara yang berintonasi rendah (bukan keras atau marah) dengan tatapan mata yang lembut (bukan tajam/mengacam). Kemudian ketika ia menceritakan apa yang sedang ia lakukan, kita (orangtua) cukup mendengar saja. Mata tetap menatap dengan penuh kasih sayang dan menganggukkan dagu kita (pelan-pelan) setiap 3 menit. Disaat seperti ini dipastikan anak akan merasa dihargai karena orangtua menjadi pendengar setia.
  3. Apresiasi : Apresiasi  atau pemberian penghargaan yang positif sangat bermanfaat untuk anak. Apresiasi Positif tidak harus dalam bentuk hadiah-hadiah yang harganya mahal. Apresiasi bisa diberikan dalam bentuk perhatian (seperti mendengarkan anak), ungkapan seperti “lukisan anak ibu memang indah sekali” dan kontak fisik seperti ciuman, pelukan dan usapan.

Bukan hanya Phil Jackson sebagai pelatih yang hebat, para orangtuapun bisa menjadi “pelatih” yang hebat. Ia menjadi pelatih pikiran & emosi anak-anaknya agar memiliki pikiran dan emosi yang konstruktif bukan dekstruktif. Orangtua yang penuntun atau pembimbing adalah orangtua yang memahami potensi yang dimiliki anaknya untuk menjadi hebat, bukan malah menjadi pemaksa terhadap apa-apa yang menjadi kemauannya. Yuk…,perbanyak menuntun/membimbing anak kita bukan menuntut.

Lalu, bagaimana dengan sabahatku para orangtua?