Al Jahalah dalam Hadits

Adanya rawi yang tidak dikenal (jahalah) merupakan salah satu sebab ditolak-nya suatu riwayat. Jahalah terbagi menjadi dua bagian;

  1. Jahalah ‘Ain, yaitu sebutan khusus terhadap orang yang tidak ada riwayat hadits darinya selain hanya satu riwayat saja, dan tak seorang pun di antara ahli hadits yang mengemukakan jarh dan ta’d’ilnya. Di antara orang yang masuk kategori jahalah ‘ain adalah; Hafsh bin Hasyim bin Utbah. Rawi yang meriwayatkan hadits darinya hanyalah Abdullah bin Luhai’ah, dan tak seorangpun menyebutkan jarh wa ta’dilnya. Al Hafidh Ibnu Hajar berkata di dalam Tahdzib at-Tahdzib (2/362), “Dia tidak disebutkan di dalam kitab-kitab tarikh (rawi) apapun juga, dan juga tidak ditemukan penjelasan bahwa Ibnu Utbah memiliki anak yang bernama Hafsh.
  2. Jahalah Hal, yaitu jahalah yang dialamatkan kepada orang yang hadits darinya diriwayatkan oleh lebih dari seorang, tetapi ahli hadits tidak mengemukakan jarh wa ta’dilnya.Di antara orang yang disebut-sebut termasuk ke dalam golongan jahalah macam ini adalah Yazid bin Madzkur. Diriwayatkan darinya oleh Wahb bin Uqbah, Muslim bin Yazid -anaknya- tetapi pendapat yang mu’tabar tidak dianggap siqah

Berhujjah dengan Hadits Majhul

Mayoritas ulama’ melarang berhujah dengan hadits Majhul, baik majhul hal ataupun majhul ‘ain. Hanya saja ada sebagian ulama’ yang membedakan antara keduanya, dan berpendapat bahwa majhul hal itu lebih ringan daripada majhul ain. hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang majhul hal apabila diikuti oleh riwayat yang setingkat, atau lebih kuat, maka hadits akan meningkat derajatnya menjadi hasan, karena berkumpulnya dua jalan atau lebih. Adapun hadits majhul ‘ain, maka mutaba’ah (adanya penguat) tidak berguna sama sekali, karena kelemahannya termasuk ke dalam kategori berat.

Contoh Majhul ‘Ain, hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud (1492),

حَدّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ ثَنَا بْنُ لُهَيْعَةَ عَنْ حَفْصِ بْنِ هَاشِمٍ بْنِ عُتْبَةٍ بْنِ أَبِيْ وَقَّاصٍ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدٍ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ النَّبِيَّ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا دَعَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ مَسَحَ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ

Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Ibnu Luhai’ah menceritakan kepada kami, dari Hafsh bin Hasyim bin Utbah bin Abu Waqqash, dari Saib bin Yazid, dari ayahnya, Yazid bin Sa’id Al Kindi ra. Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila berdo’a beliau mengangkat kedua tangannya lalu menwajahnya dengan kedua tangannya.

Hafsh bin Hasyim termasuk majhul ‘ain, sebagaimana telah dijelaskan di muka.

Contoh hadits Majhul hal; Hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi di dalam as-Sunan Al Kubra, (8/232) dengan jalan dari

شَرِيْكٍ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ الْوَلِيْدِ عَنْ بَعْضِ قَوْمِهِ أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ رَجَمَ لُوْطِيًّا

Syarik dari Al Qasim bin Al Walid, dari Yazid -Arah bin Madzkur, bahwasan-nya Ali merajam orang homoseksual

Yazid bin Madzkur majhul hal, sebagaimana telah disebutkan di muka.

 

Amru bin Abdil Mun’im Salim