Ada pasangan muda yang baru menikah menempati rumah di sebuah komplek perumahan. Suatu pagi, sewaktu sarapan, sang istri melalui jendela kaca melihat tetangganya sedang menjemur kain.
“Cuciannya kelihatan kurang bersih ya,” kata sang istri.
“Sepertinya dia tidak tahu cara mencuci pakaian dengan benar. Mungkin dia perlu sabun cuci yang lebih bagus.”
Suaminya menoleh, tetapi hanya diam dan tidak memberi komentar apapun. Sejak hari itu setiap tetangganya menjemur pakaian, selalu sang istri berkomentar tentang kurang bersihnya si tetangga mencuci pakaiannya.
Seminggu berlalu, ada yang berbeda. Sang istri heran melihat pakaian-pakaian yang dijemur tetangganya terlihat cemerlang dan bersih, dan dia berseru kepada suaminya,
“Lihat, sepertinya dia telah belajar bagaimana mencuci dengan benar. Siapa ya kira-kira yang sudah mengajarinya? ”
Sang suami berkata, “Saya bangun pagi-pagi sekali hari ini dan membersihkan jendela kaca kita.”
Begitulah kehidupan. Apa yang kita lihat pada saat menilai orang lain salah satunya tergantung kepada kejernihan pikiran (jendela) lewat mana kita memandangnya.
Jika HATI kita bersih, maka bersih pula PIKIRAN kita.
Jika PIKIRAN kita bersih, maka bersih pula PERKATAAN kita.
Jika PERKATAAN kita bersih (baik), maka bersih (baik) pula PERBUATAN kita.
Hati, pikiran, perkataan dan perbuatan kita mencerminkan hidup kita. Sebuah pepatah kuno mengatakan bahwa “orang benar akan bertunas seperti pohon kurma”.
Pohon kurma lazim dijumpai di kawasan Timur Tengah. Kondisi tanah yang kering, gersang, tandus dan kerap dihantam badai gurun yang dahsyat, membuat hanya pohon kurma yang bisa bertahan hidup. Maka, tidak berlebihan kalau pohon kurma dianggap sebagai pohon tahan banting.
Kekuatan pohon kurma ada pada akar-akarnya. Petani di Timur Tengah menanam biji kurma ke dalam lubang pasir lalu ditutup dengan batu. Mengapa biji itu harus ditutup batu? Ternyata, batu itu akan memaksa pohon kurma berjuang untuk tumbuh ke atas. Justru karena pertumbuhan batang mengalami hambatan, hal tersebut membuat pertumbuhan akar ke dalam tanah menjadi maksimal. Setelah akarnya menjadi kuat, barulah biji pohon kurma itu tumbuh ke atas, bahkan bisa menggulingkan batu yang menekan di atasnya.
“Ditekan dari atas, supaya bisa mengakar kuat ke bawah.”
Bukankah itu prinsip kehidupan yang luar biasa?
Sekarang kita tahu mengapa Allah kerap mengizinkan tekanan hidup datang. Bukan untuk melemahkan dan menghancurkan kita, sebaliknya Allah mengizinkan tekanan hidup itu untuk membuat kita berakar semakin kuat. Tidak sekadar bertahan, tapi ada waktunya benih yang sudah mengakar kuat itu akan menjebol “batu masalah” yang selama ini menekan. Kita pun keluar menjadi pemenang kehidupan.
Allah mendesain kita seperti pohon kurma. Sebab itu jadilah tangguh, kuat dan tegar menghadapi beratnya kehidupan. Milikilah cara pandang positif bahwa tekanan hidup tidak akan pernah bisa melemahkan, justru tekanan hidup akan memunculkan kita menjadi para pemenang kehidupan.
Sebait catatan yang disari dari nasihat (alm) Ustaz Rahmat Abdullah