Sejak dua hari yang lalu, kita sering melihat beberapa teman nge-share tautan dari Tribunnews berisi berita yang sangat heboh, berjudul: “Di AS Heboh Makhluk Seram Bawah Tanah Muncul ke Permukaan Bumi.”
Tribun mengabarkan penemuan ribuan makhluk aneh oleh NASA, di Amerika! Makhluk-makhluk menyeramkan itu tinggal di 20 mil bawah tanah, dengan menggunakan terowongan-terowongan rahasia. Fisik makhluk yang disebut ‘mole people’ tersebut berbeda dengan manusia, karena tangannya berselaput dan bercakar, dan seterusnya.
Berawal dari Tribun, beberapa media lain menyalin “berita” itu. Sedikit di antara yang menyalin adalah Kapanlagi, Tabloidnova, dan tak ketinggalan Bersamadakwah.
Seorang netizen bernama Iqbal Aji Daryono pun melakukan penelusuran atas informasi itu.
“Link-link dalam bahasa Inggris pun bermunculan. Tapi isinya ya beda banget sama Tribun. Mole people di situ (misalnya di Newyorktimes dan Newyorkpost, masing-masing diunggah pada tahun 1990 dan 2009) adalah para gelandangan yang menghabiskan puluhan tahun di terowongan-terowongan kereta bawah tanah di New York! Ya, gelandangan! Mereka manusia biasa!!” tulisnya di laman Facebook.
Masih penasaran jangan-jangan ada info lain, Iqbal Aji Daryono teruskan searching dengan kata kunci “mole people, NASA”. hingga muncul link berbahasa Inggris yang poin-poin informasinya persis sama dengan Tribun, yaitu dari Burlingtonnews. Cuma satu itu saja yang ia temukan, itu pun tak jelas diupload tahun berapa.
Tak puas dengan satu berita saja, ia teruskan pencarian. Hingga menemukan link berbahasa Inggris dengan foto-foto makhluk aneh yang sama dengan punyanya Tribun.
“Link berita kapankah itu? Berita mbahmu! Itu artikel tentang sebuah film science-fiction, yang dibuat pada tahun 1956!!” terangnya.
Jelaslah sudah. Apa yang diberitakan Tribunnews pada rubrik “Internasional” adalah terjemahan Burlingtonnews yang nggak jelas kapan munculnya, dengan ilustrasi potongan scene film yang dibikin pada lebih dari setengah abad silam. Setengah abad silam.
Kemudian ia mencari lagi dengan kata-kata kunci berbahasa Indonesia. Dan hadirlah petunjuk-Nya yang terang benderang, bahwa versi yang persis sama dengan “berita” Tribunnews bermunculan pula di blog-blog sampah. Misalnya di Eymanway.blogspot dan Kawanmoe.blogspot.
Apakah mereka cuma kopas dari Tribun?
“Eymanway mengunggah mole people pada tahun 2011, dan Kawanmoe pada 2012. Tiga hingga empat tahun silam!! Artinya, jika ada yang kopas, maka Tribunnews-lah kopaser militan itu. Ya, media grup Kompas-Gramedia itu ngopas blog-blog yang sebenarnya setara saja levelnya sama 17*****DotCom! What the f*ck!” ujar Iqbal geram.
Iqbal menyayangkan sikap Tribun yang hanya mengejar share dan trafic.
“Demi Tuhan, sekampret inikah media kita? Tautan berita Tribun tadi banyak sekali yang ngeshare, dan mereka-mereka itu percaya. Mungkin satu dua orang ngeshare buat ngejek, tapi faktanya saya lihat sendiri banyak yang membaginya sambil terpukau, berdecak, dan ada pula yang mengucap subhanallah. Se-melacur itukah Tribun? Hanya demi menyembah rating??”
“Saya akan lebih mafhum jika yang mengunggah berita gituan PKSPiyungan, misalnya. Atau yang lain. Mereka yang mengklaim “media alternatif”, tapi tampaknya sama sekali tidak memegang lisensi kewartawanan. Saya tentu juga nggak akan menggubris kalau yang ngepost kabar beginian adalah blog-blog busuk pendulang Adsense. Lha tapi Tribun kan isinya wartawan, diakui sebagai media resmi, dan pastinya wartawannya juga dilindungi UU Pers, kan?”
“Sekarang, gimana kalau kita tuntut? Hak publik kan ini? Di “berita” Tribun itu ada nama editornya. Saya telusur, tu anak alumnus Jurusan Sosiologi Fisipol Unsoed. Tapi saya agak-agak memaafkan dia. Saya yakin dia digencet dengan target jumlah klik oleh bosnya, redaktur Tribun. Kalau gagal, dia mungkin dipecat, nganggur, dan nggak kuat beli beras yang semakin mahal ini. Nah, tapi si redakturnya sendiri (bukan si penulis “berita”nya) gimana? Kalau kita tuntut dia ke pengadilan karena melanggar pasal entah apa, karena pembodohan publik dan sebagainya, apa iya nanti bakalan dibales dengan serangan balik “kriminalisasi wartawan”? Ha? Atas nama apa?? Kebebasan pers? Kebebasan pers untuk merusak otak jutaan manusia Indonesia?? Kebebasan lambemu njepat!!” pungkasnya keras.