Setelah 16 tahun mendekam dalam penjara, Siti Zaenab, Tenaga Kerja Wanita, Arab Saudi asal Bangkalan Madura akhirnya diekskusi mati\dipancung pada hari Selasa 14 April 2015 pada pukul 10.00 waktu Arab Saudi di kota Madinah Al Munawarah. Inna lillahi wainna ilaihi raji’uun…. Semoga Allah mengampuni kesalahan almarhumah dan menempatkanya di jannah alias surga tempat yang penuh kenikmatan, kedamaian dan keindahan.
Lalu mengapa begitu lama Siti Zaenab harus mendekam dalam penjara?
Sebagai mana kita ketahui bersama, bahwa pada tahun 1999 Siti Zaenab membunuh majikan perempuanya yang bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba. Tuduhan pembunuhan terhadap majikan perempuan ini terbukti nyata dan diakui Siti Zaenab di pengadilan.
Setelah melalui sidang panjang yang melelahkan selama tiga tahun akhirnya Siti Zaenab divonis mati oleh majelis hakim pada tahun 2001.
Atas diplomasi yang dilakukan presiden RI kala itu yaitu Gus Dur, Raja Fahad bin Abdul Aziz menunda alias tidak mengeluarkan perintah pemancungan terhadap Siti Zaenab.
Pemerintah RI dan Kerajaan Arab Saudi tetap mengupayakan perdamaian dengan cara pemaafan, sekalipun Siti Zaenab sudah divonis mati oleh pengadilan. Karena satu-satunya ahli waris korban yakni Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi yang mempunyai hak memaafkan saat itu masih berusia dua setengah tahun, maka untuk bisa dimintai hak memaafkan harus menunggu usia aqil baligh dan Siti Zaenab harus mendekam di penjara selama 15 tahun.
Satu hal yang patut diingat dan dicatat selama dalam penjara Siti Zaenab diperlakukan secara manusiawi bahkan almarhumah bisa menghafal 2/3 kitab suci Al Qur’an.
Sesuai hitungan, pada tahun 2013, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi sudah aqil baligh, maka pemerintah RI melalui kuasa hukumnya mengajukan permintaan pemaafan kepada ahli waris korban.
Namun diluar dugaan Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi menolak permintaan pemaafan malah meminta pengadilan agar segera mengekskusi mati Siti Zaenab, mantan pembantu yang membunuh ibunya.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah RI dan Saudi tidak membuahkan hasil maksimal.
Sekalipun Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi keukeuh agar Siti Zaenab segera dipancung, tapi raja Abdullah bin Abdul Aziz sampai wafatnya belum mengeluarkan perintah pemancungan. Baru pada pemerintahan raja Salman bin Abdul Aziz yang baru tiga bulan naik tahta mengeluarkan surat perintah pemancungan dan pada hari Selasa tgl 14 April 2015 pada pukul 10.00 waktu KSA Siti Zaenab dipancung di kota Madinah Almunawarah.
Yah, akhirnya penantian panjang Siti Zaenab selama 16 tahun berakhir di ujung pedang.
Dalam kasus ini kita harus melihat dengan kaca mata hukum Islam dan jangan menyalahkan pihak manapun.
Pemerintah RI sejak jaman Gus Dur hingga Jokowi sudah berupaya membela Siti Zaenab, pemerintah Saudipun sudah berusaha memfasilitasi perdamaian dan menunda ekskusi.
Saya yakin majelis hakim dalam menjatuhkan vonis bukan hasil rekayasa melainkan berdarkan bukti, saksi dan pengakuan Siti Zaenab sendiri di muka sidang. Sesuai hukum yang berlaku di Arab Saudi yang mengacu hukum Islam, siapa yang membunuh maka hukumanya dibunuh pula.
Kita harus adil melihat jangan menyalahkan atau mengkammbinghitamkan pihak manapun, bahkan raja Saudipun tidak bisa intervensi atau mengubah putusan hakim. Satu-satunya yang bisa membatalkan putusan pengadilan adalah ahli waris korban yakni dengan pemaafan disertai uang dam/darah/tebusan, namun sayang pihak keluarga korban menolak.
Para aktivis, relawan, eks TKI, dan para TKI yang masih aktif bekerja harus bisa memetik pelajaran atau mengambil hikmah dalam kasus Siti Zaenab.
Sebagai Muslim juga kita harus meyakini kebenaran dan keadilan hukum qishash ini karena bersumber kitabullah dan sunnah nabi. Kalau putusan hakim salah, maka di akherat kelak akan mempertanggung jawabkan dan Allah yang akan menjadi pengadil yang seadil-adilnya “alaisallahu biahkamil hakimin”.
Sebaliknya kalau memang putusan itu sudah sesuai dengan kaidah dan prosedur hukum, maka kita harus ikhlas menerimanya. Semoga dengan diekskusinya Siti Zaenab akan menjadi penebus dan penghapus dosa yang ia lakukan dan kelak akan ditempatkan di surga yang penuh kenikmatan, kedamaian dan keindahan.
Meminjam pribahasa lama sebaiknya para TKI harus ingat, “Dimana bumi dipijak disitulah langit dijunjung.”